Latest Post

Bekas Sujud


Diriwayatkan dari Rabi'ah bin Ka'b bahwa ia berkata, "Aku menginap bersama Nabi SAW dan membantu beliau untuk menyiapkan air wudhunya dan kebutuhan lainnya." Kemudian, Rasulullah bersabda, "Mintalah sesuatu kepadaku." Aku menjawab, "Aku mohon agar bisa menemanimu di surga." Beliau menjawab, "Bukan lainnya?" Aku berkata, "Hanya itu saja. Lalu, Nabi SAW bersabda, "Bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud." (HR Ahmad, Muslim, An Nasai, dan Abu Daud).

Hadis ini menganjurkan kita untuk memperbanyak sujud, ruku, dan mendirikan shalat wajib ditambah dengan tathawwu' (shalat sunat) bila kita ingin masuk surga.

Sujud merupakan ibadah istimewa dalam Islam, karena merupakan salah satu rukun shalat dengan cara meletakkan tujuh anggota badan di atas tanah (muka, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki). Posisi demikian mencerminkan sikap merendah di hadapan keagungan Ilahi. Allah menegaskan, "Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)." (QS Al-'Alaq: 19).

Sujud akan menanamkan ketawadhuan dalam diri kepada sesama manusia dan memancarkan sinar keimanan dan kelembutan melalui wajahnya. Inilah bekas sujud yang diharapkan sebagai amalan penolong masuk surga.

Mi'dan bin Abi Tholhah berkata, "Aku bertemu Tsauban, budak Rasulullah SAW." Lalu, dia bertanya, "Beritahukan kepadaku amalan yang bila aku lakukan maka Allah akan memasukkanku dengannya ke dalam surga." Tsauban diam. Lalu, aku tanya lagi, tapi dia masih diam dan aku tanyakan yang ketiga maka ia menjawab, "Aku telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Kamu harus memperbanyak sujud karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dengannya satu dosa." (HR Muslim, Turmudzi, dan an-Nasa'i).

Kita dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri) karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat, dengan ungkapan bahwa mereka mematuk seperti ayam jago mematuk butiran makanan.

Sujud yang serius akan meninggalkan bekas di wajah orang Mukmin. "Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS Al-Fath 29).

Bekas sujud inilah yang akan ditampakkan setiap Muslim via wajahnya. Di antara bekas sujud yang terpancar di setiap muka Muslim adalah ketundukan kepada keagungan Allah, ketawadhuan terhadap sesama insan, kelembutan, senyuman, menundukkan pandangan mata, membasahi bibir dengan zikrullah, sikap kasih sayang kepada anak yatim, fakir, dan miskin.

Sejalan dengan ini, dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Rasulullah berkata, "Aku hanyalah menerima shalat dari orang yang tawadhu terhadap keagungan-Ku, tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus mendurhakai-Ku, selalu menggunakan siangnya untuk zikir kepada-Ku, mengasihi anak yatim, janda-janda, fakir, dan menyayangi orang yang tertimpa musibah. (HR Al-Bazzar).

Tanda hitam di dahi Muslim adalah salah satu ciri bahwa dia sering melakukan shalat. Namun, bekas sujud yang dikehendaki Allah adalah sikap tawadhu, kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang yang dipancarkan wajah setiap Muslim. Wallahu a'lam.



Achmad Satori Ismail

Sifat Calon Ahli Surga


Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Allah SWT. masih terus memberikan kita nikmat sehat, iman dan Islam. Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan kita kekuatan dan kesempatan untuk senantiasa optimal beribadah, apalagi beberapa hari lagi akan datang bulan Ramadhan, momen yang senantiasa kita tunggu-tunggu. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Menjelang datangnya Ramadhan ini ada satu hadits yang cukup tepat untuk sama-sama kita renungi dan coba refleksikan dalam kehidupan kita. Rasullah Saw. bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثلاث من كن فيه حاسبه الله حساباً يسيراً و أدخله الجنة برحمته قالوا : لمن يا رسول الله ؟ قال : تعطي من حرمك وتعفو عمن ظلمك وتصل من قطعك. رواه الحاكم.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: tiga perkara yang ketika ada dalam diri seseorang maka Allah SWT. akan menghisabnya dengan hisab yang mudah dan memasukkannya ke dalam Surga dengan rahmatNya. Sahabat bertanya: bagaimana itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab: kamu memberi kepada orang yang menghalangimu, memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu, menyambung tali silaturahmi kepada orang yang memutusnya. (HR. Al-Hakim).

Bahwa tiga perkara yang bisa menjadikan nasib kita baik di Akhirat: pertama, memberi kepada yang tidak pernah memberi atau bahkan yang menghalagi hak kita. Kalau kita memberi kepada orang yang pernah memberi dan berbuat kebaikan kepada kita, secara kebiasaan itu adalah hal yang dianggap lumrah adanya. Lumrah ketika kebaikan dibalas dengan kebaikan. Namun memberi kepada orang yang tidak pernah memberi atau bahkan menghalangi hak kita, inilah sikap yang sangat mulia. Tidak semua kita mampu melakukannya.

Kedua, memaafkan orang yang pernah menzalimi kita. Sikap ini juga bukan hal yang gampang dilakukan oleh setiap orang. Perlu kekuatan jiwa yang tercermin pada sifat sabar dan membuang dendam serta berharap imbalan dari Allah SWT. Allah SWT. berfirman: “dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. (Fusshilat: 34-35). Dalam ayat lain disebutkan: “maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (Asy Syuraa: 40).

Imbalan yang diberikan Allah SWT. begitu besar sehingga Al-Qur’an menyebutnya dengan keuntungan yang besar. Dan Sifat pemaaf menjadikan seseorang terhormat baik di mata Allah SWT. maupun di mata manusia. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah:

وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا

“Allah SWT. hanya menambah kemuliaan bagi seseorang sebab memberi maaf”. (HR. Muslim).

Sifat pemaaf tidak menggambarkan kelemahan seseorang, justru sifat tersebut mengisyaratkan kekuatan karakter. Sifat pemaaf yang sebenarnya adalah ketika seseorang mudah memaafkan orang lain tetapi ia mampu untuk membalas. Ia memaafkan dalam kondisi kuat, tidak lemah. Begitulah yang dicontohkan Rasulullah Saw. ketika Fathu Mekah. Setelah Rasul dan para Sahabat memiliki kekuatan di Madinah dan ingin membuka Mekah. Kufar Quraisy Mekah yang seringkali menganiaya dan bahkan berupaya membunuh Rasul Saw. dan para Sahabat merasa panik dan cemas; bahwa Rasul Saw. dan para Sahabat akan membalas dendam. Itulah yang dikatakan oleh Sa’ad bin Ubadah Al-Anshori: “hari ini hari potong daging, hari ini Allah akan menghinakan Quraisy”. Mendengar perkataan itu Rasulullah Saw. langsung meluruskan dan bersabda: “hari ini adalah hari kasih sayang, hari ini Allah memuliakan Quraisy dan mengagungkan Ka’bah”.

Ketiga, menyambung silaturahmi kepada orang yang memutusnya. Alangkah mulianya sifat ini. Inilah makna hakiki dari seorang yang disebut sebagai al-washil (penyambung tali silaturahmi) oleh Rasulullah Saw. Sabda beliau berbunyi:

ليس الواصل بالمكافئ ولكن الواصل الذى إذا قطعت رحمه وصلها

Bukanlah yang disebut al-washil (orang yang menyambung silaturahmi) itu orang yang membalas kebaikan dengan sepadan, namun ia adalah orang yang menyambung tali silaturahmi yang diputus. (HR. Bukhari).

Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan kita kekuatan untuk mampu merealisasikan tiga sifat calon ahli Surga sebagaimana yang disebutkan Rasulullah Saw. Terkhusus menjelang Ramadhan ini, kita berupaya untuk memperbaiki hubungan sosial kita paling tidak dengan tiga sikap; memberi, memaafkan dan menyambung silaturahmi. Sehingga ketika datang Ramadhan, kondisi kita baik secara hubungan horizontal dan mampu mengoptimalkan hubungan vertikal kepada Allah SWT. Dan semoga pada akhirnya, kita keluar dari madrasah Ramadhan ini dalam kondisi fitri. Amin Ya rabbal ‘Alamin.

Oleh: Ust. Ahmad Yani, MA

Orang Beriman Menyambut Ramadhan


Senyuman di wajah orang-orang beriman terpancar tatkala ramadhan semakin dekat menghampiri. Tamu mulia dan agung ini datang dengan memberikan banyak kebahagiaan kepada orang beriman, bagaimana tidak, saat jiwa yang telah kelelahan mengejar dunia, kini ramadhan datang untuk membersihkan hati-hati mereka dengan nuansa ibadah yang begitu kental serta dijanjikan dengan berlipat ganda pahala untuk bekalan mereka menuju akhirat, bahagia karena jiwa-jiwa yang berlumuran dosa akan kembali disucikan dengan taubat nasuhah, bahagia karena memang jiwa-jiwa orang beriman membutuhkan bekalan tambahan berupa kekuatan iman yang extra untuk menghadapi beratnya kondisi kehidupan, kekuatan ruhiyah yang mampu membuatnya bertahan dan tetap optimis melangkah di jalan yang benar, bahkan menjadi sangat dibutuhkan oleh seluruh umat islam untuk keluar dari kondisi berat yang mereka hadapi, maka ramadhan selalu datang pada saat yang tepat untuk menjadi hiburan bagi orang-orang beriman.


Bulan ini disebut tamu agung, karena banyak peristiwa agung yang pernah terjadi di dalamnya, diantaranya: Nuzulul Quran, Perang Badar, turunnya wahyu pertama di Gua Hira, meninggalnya paman Nabi tercinta, Abu Thalib, serta istri beliau Khadijah pada tahun ke-10 kenabian, mulainya diwajibkan Zakat Fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah, dimulainya persiapan perang khandak pada tahun ke-5 hijriyah, peristiwa penaklukan kota Mekah atau Fathu Makkah yang terjadi pada tanggal 21 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah, Perang Tabuk pada tahun ke-9 Hijriyah, dan masih banyak lagi peristiwa yang agung lainnya terjadi pada masa awal dakwah Islam dan setelahnya, bahkan kemerdekaan bangsa Indonesiapun terjadi pada bulan ramadhan.

Bulan ini disebut tamu istimewa karena keistimewaan yang dikhususkan padanya, seperti: Lailatul Qadr, yaitu nilai ibadah yang lebih baik dari pada seribu bulan saat orang beriman beribadah pada malam itu, bulan dilipat gandakannya pahala, amalan sunah dihitung sebagai pahala wajib, umrah pada bulan ini mendaatkan pahala sebagaimana haji bersama Rosulullah, dll.

Maka agar keagungan dan keistimewaan ramadhan dapat dirasakan, kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik dan optimal, maka selayaknya setiap orang beriman mempersiapkan diri untuk menyambutnya.

Hal yang biasa dilakukan jika seseorang ingin menyambut tamunya, dia akan mempersiapkan dirinya, merapikan ruang tamunya, bahkan mempersiapkan makanan yang juga istimewa untuk disediakan buat tamunya.

Apalagi ini adalah tamu agung dan sangat istimewa, yang akan selalu bersama di rumah kita selama satu bulan lamanya. Maka tentu persiapannya bukanlah persiapan biasa-biasa saja, maka akan sangat tidak wajar jika seorang yang akan kedatangan pejabat saja, ia begitu sibuk mempersiapkan segala sesuatunya agar tidak merasa malu, sedangkan dengan kedatangan ramadhan dia biasa-biasa saja.

Lalu apa yang perlu kita persiapkan untuk menyambut ramadhan ini?

Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan agar kita mampu mengisi bulan yang penuh berkah ini dengan kegiatan yang dapat menambah bobot umur kita ketika kita menghadap Allah SWT.

Pertama, Persiapan Individu

Ini adalah persiapan yang paling utama kita lakukan, secara individu kita harus mempersiapkan kedatangan bulan ini secara optimal, karena persiapan ini akan mempengaruhi baik tidaknya kita mengisi amaliah ramadhan. Di antara persiapan individu yang harus kita lakukan adalah:

a. Persiapan Rohani, ini adalah persiapan yang paling utama karena kekuatan ruh inilah yang akan menjadi motor penggerak segala bentuk ibadah kita, baik sebelum, ketika dan setelah ramadhan. Rasulullah mempersiapkan diri beliau dari sisi ini sangat luar biasa, yaitu dengan melaksanakan puasa sya’ban. Hal tersebut beliau lakukan dalam rangka mempersiapkan dan menyongsong kedatangan bulan Ramadhan. Disamping itu kita dianjurkan untuk banyak istighfar dan memohon serta memberi maaf agar kedatangan bulan suci kita sambut dengan hati bersih dari segala bentuk dosa dan perselisihan, rasa dengki dan penyakit-penyakit hati yang lainnya. Bahkan para salafus shalih berdoa selama 6 bulan agar mereka disampaikan hingga bulan ramadhan dan kemudian berdoa pasca Ramadhan selama 6 bulan agar ibadah mereka diterima”.

b. Persiapan Ilmu, agar ibadah kita benar dan sesuai dengan tuntunan Rosulullah maka kita harus memahami ilmunya, untuk itu kita harus membaca dan menelaah buku-buku yang berbicara tentang puasa agar kita dapat mengetahui syarat dan rukun puasa serta hal-hal yang dapat membatalkan serta menghilang nilai puasa, serta banyak permasalahan puasa yang perlu mendapat penjelasan lebih dalam dari ulama dan pakar syariah, tentang hal-hal yang sering terjadi menyangkut ibu hamil dan menyusui yang tidak dapat berpuasa, orang tua yang sakit, serta tentang permasalahan ilmu kedokteran yang ada hubungannya dengan ibadah puasa.

c. Persiapan Jasmani, tubuh adalah salah satu komponen yang penting dan harus kita persiapkan dalam menyambut bulan ramadhan, karena tanpa jasmani yang sehat kita tidak akan mampu melaksanakan ibadah puasa, membaca Al-Quran, sholat tarawih dan qiyamullail. Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh merupakan salah satu modal penting dalam melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah bersabda, ”Seorang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari mu’min lemah dan keduanya adalah baik”.

d. Persiapan Akhlak dan Moral, Agar puasa pada ramadhan tahun ini meningkat dari tahun sebelumnya, sehingga sampai kepada puasa Khawaasul Khawash seperti pembagian Imam Ghazali, yaitu puasanya di dunia karena karena Allah, ia menjaga kepala dan apa yang dibawahnya, menjaga perut dan apa yang di sekelilingnya dan mengingat mati serta apa yang terjadi setelah kematian, menjadikan orientasi hidupnya adalah akherat. Sehingga terhindar dari apa yang disampaiakn oleh Rosulullah, “Berapa banyak orang yang puasa namun mereka tidak mendapatkan dari puasa mereka kecuali lapar dan haus” (HR.Thabrani, Ahmad dan Baihaqi).

Diantara hal yang harus dijaga dari saat ini adalah:

1. Menjaga penglihatan dan menghindarinya dari obyek yang tidak baik. Rasulullah saw bersabda, ”Penglihatan adalah panah dari panah beracun iblis”.

2. Menjaga lisan dari perkataan yang bathil dan tdk bermanfaat. Rasulullah saw bersabda, ”Apabila kalian sedang berpuasa janganlah berkata dengan perkataan kotor (keji) dan janganlah melakukan perbuatan tercela, apabila ada orang yang menghina katakan kepadanya bahwa saya sedang puasa” (HR. Muttafaq ‘alaihi). Rasulullah saw, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak menperdulikan ibadah puasanya” (HR. Ibnu Majah).

3. Menjaga pendengaran dari hal-hal yang bathil, seperti ghibah, serta hal-hal yang diharamkan lainnya.

e. Persiapan Materi, Dari Abi Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersumpah tidak ada bulan yang paling baik bagi orang beriman kecuali bulan Ramadhan, dan tidak ada bulan yang paling buruk bagi orang munafik kecuali bulan Ramadhan, dikarenakan pada bulan itu orang beriman telah menyiapkan diri untuk berkonsentrasi dalam beribadah dan sebaliknya orang munafik sudah bersiap diri untuk menggoda dan melalaikan orang beriman dari beribadah” (HR.Imam Ahmad).

Para ulama menjelaskan maksud hadits ini ”dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri untk berkonsentrasi dalam beribadah” adalah: Hal itu dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri dari sisi materi untuk memberikan nafkah kepada keluarganya karena mereka ingin konsentrasi beribadah, sebab memperbanyak Qiyam lail menyebakan mereka harus banyak tidur di waktu siang dan memperbanyak I’tikaf menyebabkan mereka tidak bisa untuk beraktifitas di luar masjid, hal ini semua menyebabkan mereka tidak bisa untuk melakukan aktifitas mencari nafkah, maka itu mereka mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum datang bulan Ramadhan agar mereka dapat berkonsentrasi beribadah serta mendapatkan keutamaan bulan yang mulia ini”.

Dari kitab Shahihain Ibnu ‘Abbas ra berkata ”Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadan ketika berjumpa dengan Jibril untuk bertadarus Al-Quran, kedermawanan Rasulullah ketika itu bagaikan angin yang berhembus”. Maka tanpa persiapan dari sisi materi kita tdk akan mampu mencontoh dan mengikuti kedermawanan Rasulullah saw.

Kedua, Persiapan Lingkungan Masyarakat

Lingkungan adalah faktor yang penting dalam menyiapkan diri menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan, sebab lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung proses pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan. Di antara hal yang perlu di lingkungan kita adalah:

1. Rumah, ia adalah lingkungan yang paling utama dalam kehidupan seorang, maka sebagai orang beriman harus mengkondisikan tempat tinggal kita agar dapat menunjang kekhusuan amaliah ibadah kita selama bulan Ramadan. Di antara hal yang harus kita perhatikan dalam mengkondisikan rumah adalah TV, karena TV merupakan media utama pengganggu kekhusuaan ibadah kita, dan akan menghabiskan waktu kita sia-sia dari membaca Al-Quran dan ibadah lainnya.

2. Tetangga, hal ini dapat kita lakukan dengan berkoordinasi dengan para tokoh masyarakat baik Ketua RT dan RW untuk bahu membahu saling mengingatkan bersama-sama mempersiapkan diri menyambut ramadhan serta saling menjaga kekhusuan selama beribadah di bulan ramadhan.

3. Masjid dan Mushalla, tempat ibadah juga harus kita siapkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, baik dengan cara mengadakan pembersihan serta merapikan di bagian dalam dan di luar tempat sholat, karena dengan masjid dan musholah yang bersih dan rapi serta fasilitas yang memadai akan menambah kekhusuan ibadah tarawih dan I'tikaf bagi orang-orang yang beribadah di sana.

4. Kantor, tempat bekerja juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam dalam menyambut dan mengoptimalkan ramadhan, karena sebagian besar hari-hari yang dilalui oleh masyarakat perkotaan adalah di kantor. Perkantoran juga dapat mengisi kegiatan ramadhan dengan kajian keilmuan yang bermanfaat bagi karyawannya, seperti ceramah agama setelah sholat zhuhur yang mengupas permasalahan puasa atau permasalahan umum lainnya dengan menghadirkan para ustadz. Atau juga melakukan tadarus Al-Quran di antara para karyawan. Sehingga kantor tersebut juga mendapat keberkahan.

5. Pasar, agar pelaksaan ibadah selama ramadhan tidak terganggu dengan kesibukan di pasar, keperluan rumah tangga hendaklah mulai disiapkan seperlunya, karena biasanya kebutuhan dan harga meningkat menjelang ramadhan. Serta harus menjadi kesadaran bagi para pedagang, terutama bagi mereka yang menjual makanan untuk santap siang, untuk juga dapat menghormati kaum muslimin yang berpuasa dengan mengubah jadwal jualannya setelah sholat asar dan setelah tarawih, sehingga nuansa ramadhan juga terlihat bukan hanya di masjid namun juga di pasar. Perlu diyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah, jadi ketika ia menghormati orang yang berpuasa insya Allah keberkahannya akan semakin bertambah.

Wallahu'alam bishowab.
Zulhamdi M. Saad, Lc



Menghidupkan Hati


“Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?” (QS. Al An’aam : 122 )

Terang dan gelapnya hidup manusia, serta lapang dan sempitnya jiwa dalam melaluinya, sangat bergantung dengan hati, karena hati adalah pusat kehendak, jika hati melambung tinggi ke langit karena merasakan kenikmatan beribadah, anggota tubuh mengikutinya. Jika hati terkotori sehingga ia tersungkur kedalam lumpur kehinaan, maka tak ada lagi kebahagiaan yang dirasakan oleh jiwa. Hati yang terikat kuat dengan Dzat yang Maha Kokoh, tidak akan pernah membuat jiwa jatuh ke dalam kehinaan.


"Jika hati hanya berpedoman kepada badan, maka ia hanya akan ketakutan oleh
batas usia, oleh mati, oleh kemelaratan, oleh ketidakpunyaan. Jika pikiran
hanya mengurusi badan, jika pikiran tak kenal ujung maka ia akan rakus
kepada alam, akan membusung dengan keangkuhan, kemudian kaget dan kecewa
oleh segala yang dihasilkan. " Begitulah ungkapan Emha Ainun Najib dalam salah satu puisinya dalam buku "Dari Pojok Sejarah".

Allah menginginkan agar kita sebagai umat-Nya mempunyai hati yang selalu terhubung kuat kepada-Nya. Dengan hati yang melekat kepada-Nya maka jiwa akan selalu pasrah dan redho dengan segala kehendak dan skenario-Nya, kemudian jiwa dapat mengikuti dan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya. Namun tidak dapat dipungkiri dalam hidup kita, keterikatan hati kepada Allah, sering kali lemah, karena ikatan lain yang lebih kuat mencengkramnya. Diantara ikatan yang mengikat hati itu adalah:

Pertama, hati terikat kepada harta.

Kuatnya tarikan harta yang mengikat hati kadangkala mendominasi seluruh energi kita, sehingga gerakan dari setiap langkah dan pikiran kita dari bangun tidur sampai tidur lagi tidak lain kepada harta. Sehingga bagi sebagian orang, orientasi hidupnya adalah harta, sedangkan keterikatan hatinya pada Allah, hanya sekedar bakti untuk melepaskan kewajiban semata, atau bahkan yang lebih parah lagi, kewajiban itu dilupakan sama sekali, karena ikatan hatinya kepada Allah sudah tidak ada lagi. Maka jika harta seseorang diambil kembali oleh Allah maka ada dua hal yang mungkin terjadi, pertama: ia akan stres atau frustrasi, bahkan jika berlarut, tidak mustahil akan sampai pada tindakan bunuh diri. Kedua: ia akan menempuh jalan yang keliru untuk menghasilkan harta seperti korupsi, mencuri, merampok, menipu dan lain sebagainya.

Orang semacam ini tidak akan pernah puas dalam hidupnya. Jika hartanya sedikit, ia ingin yang banyak. Jika sudah banyak, ingin yang lebih banyak lagi, demikian seterusnya. Bahkan seperti kata Rasulullah, "Jika ia memiliki satu gunung emas seperti gunung Uhud, ia ingin memiliki satu gunung emas lagi."

Kedua, hati yang terikat kepada keluarga yang dikasihi.

Mencintai dan mengasihi orang tua, anak, istri, suami atau siapa saja, bukanlah suatu yang dilarang, namun yang tidak diperbolehkan adalah mencintai mereka melebihi cinta kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya. Seperti yang disinggung oleh Allah dalam firmannya: "Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)

Orang-orang yang hatinya terikat begitu kuat dengan yang mereka sayangi, kadangkala tidak dapat menolak saat dihadapkan kepada pilihan, apakah ia lebih memilih untuk menyenangkan hati mereka daripada menyenangkan Allah dengan menjalankan perintah-Nya. Nabi Ibrahim telah memberikan teladan yang baik kepada kita, walaupun Ia begitu mengasihi anaknya Ismail, namun hatinya tetap terikat kuat kepada Allah. Sehingga ia penuhi perintah Allah tanpa ragu saat diminta menyembelinya. Begitu pula saat ia tinggalkan istrinya Siti Hajar, di tanah tandus Makkah, tanpa makanan dan minuman guna untuk melaksanakan perintah Allah. Namun di sanalah hikmah yang agung, Allah memberikan karunia yang luar biasa kepada Istri Hajar dan anaknya Ismail dengan buah-buahan dan air Zam-zam yang mengalir tiada henti sampai saat ini.

Ketiga, hati yang terikat pada kebiasaan tertentu.

Selain kepada harta dan orang-orang yang disayangi, hati juga dapat terikat kepada kebiasaan-kebiasaan tertentu. Kita begitu mencintai kebiasaan-kebiasaan itu sehingga tanpa kita sadari kebiasaan itu menjauhkan hati kita dari Allah. Kebiasaan semacam ini terbagi ke dalam dua kategori:

Pertama: Kebiasaan yang mengarah kepada dosa dan maksiat. Hati yang sudah melekat dengan dosa, akan sangat susah meninggalkannya, apalagi jika hati sudah menghitam, maka akan sangat sulit dibersihkan.

Kedua: Kebiasaan umum, yaitu kebiasaan yang berhubungan dengan hobi atau kegemaran, seperti menonton TV, sepak bola, dan hal lain yang sejenis. Jika hati telah terikat kuat dengannya maka kebiasaan ini dapat membawa kita kepada dosa, bahkan perintah Allah dinomor sekiankan.

Shohibul Zhilal mengatakan: "Sesunguhnya jiwa yang tunduk kepada hawa nafsu, meremehkan dan mempermainkan perkara-perkara suci adalah jiwa yang sakit. Sikap yang tunduk kepada hawa nafsu tidak akan mampu menanggung beban tanggung jawab. Jiwa yang bertanggung jawab adalah jiwa yang kuat, sungguh-sungguh dan penuh kesadaran. Sedangkan, jiwa yang tunduk kepada hawa nafsu, tidak memiliki kesadaran dan meremehkan segala hal. Setiap jiwa yang kosong dari kesungguhan, semangat dan kesucian, maka ia akan berubah kepada gambaran yang sakit dan tercelah seperti yang dilukiskan Al-Quran. Jiwa yang sakit telah mengubah haluan kehidupan kepada senda gurau dan kekosongan yang tidak memiliki tujuan dan juga penopang."

Sedangkan bagi orang beriman yang hatinya selalu terhubung dengan Allah, di saat hatinya bersentuhan dengan Al-Quran maka hati mereka serta merasakan ketenangan, lalu tumbuhlah perhatian yang membuat hati mereka tidak terlalu peduli dari dunia dan segala kenikmatannya.

Dalam keterangan Al Amidi terdapat biografi singkat dari Amir bin Rabiah, bahwa seorang arab mampir ke rumahnya, dan dia memuliakannya, kemudian orang arab itu datang lagi kepadanya setelah dia mendapat jatah tanah dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah mendapatkan jatah suatu lembah tanah arab dari Rosulullah dan aku ingin membagikan kepadamu suatu bagian darinya untukmu dan keluargamu sesudah sepeninggalmu." Amir menjawab, "aku tidak membutuhkan bagian dari tanahmu, karena hari ini turun surah dari Al-Quran yang membuat kami kami melupakan segala urusan dunia, yaitu firman Allah: "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling. Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai." (QS. Al-Anbiyaa: 1-3)

Inilah perbedaan antara hati yang hidup, responsif dan terpengaruh dengan peringatan Allah dengan hati yang mati, lalai, dan keras. Hati mati yang mengkafani mayatnya dengan main-main, memakaikan pakaian kekerasan dengan hawa nafsu, dan tidak terpengaruh sedikitpun dengan peringatan karena ia tidak memiliki tiang-tiang kehidupan.

Hati yang hidup adalah hati yang ketika ditawarkan berbagai macam perbuatan keji, maka dengan kesadarannya dia akan menjauh darinya dan membenci perbuatan-perbuatan tersebut, bahkan tidak condong sedikitpun kepadanya.

Berbeda halnya dengan kondisi hati yang mati. Sesungguhnya hati yang mati tidak akan bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :

هلك من لم يكن له قلب يعرف به المعروف والمنكر

“Celakalah bagi mereka yang tidak memiliki hati, yaitu hati yang bisa mengenal manakah kebaikan dan manakah keburukan”.

Hati yang sakit adalah hati yang terserang penyakit syahwat. Sesungguhnya hati yang demikian akan condong kepada keburukan yang ditawarkan kepada dirinya, dikarenakan lemahnya hati tersebut. Kecondongannya terhadap kebatilan akan berbanding lurus dengan parah dan tidaknya penyakit yang bersarang di dalam hatinya.

Terkadang penyakit hati yang bersarang di dalam hati seseorang semakin bertambah parah, dan sang pemilik hati tidak menyadarinya, dikarenakan dirinya berpaling dari mengenal hati yang sehat dan sebab-sebab yang bisa menghantarkan kepada sehatnya hati. Namun ada yang lebih parah dari keadaan ini, yaitu orang yang hatinya mati, namun dirinya tidak merasakan kematian hatinya. . (Lihat pnjelasan Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi dalam Syarah Aqidah Ath Thahawiyah, Darul ‘Aqidah, halaman 253-254)

Sungguh hal yang demikian, yaitu mati dan kerasnya hati ini merupakan bahaya yang sangat besar, sebagaimana dikatakan oleh Malik ibnu Dinar rahimahullahu:

إن لله عقوبات في القلوب والأبدان؛ ضنك المعيشة، ووهن في العبادة، وما ضرب عبد بعقوبة أعظم من قسوة القلب.

“Sesungguhnya Allah memiliki berbagai macam hukuman yang menimpa hati dan badan, yaitu sempitnya penghidupan dan lemah dalam beribadah, dan tidaklah ada sesuatu yang lebih bahaya menimpa seorang hamba melainkan kerasnya hati.” (Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim Al Ashbahany, Maktabah Syamilah)

Sebuah perumpamaan yang sederhana, kita mungkin pernah melihat ikan yang dikeluarkan dari air, kita dapati ikan tersebut menggelapar-gelepar di atas tanah, bila keadaan itu berlangsung dalam waktu yang lama, bisa dipastikan ikan itu akan mati.

Sesungguhnya Allah swt menciptakan hati dan menjadikan sumber kehidupan dan ketenangannya adalah dengan mengenal Allah, mencintai-Nya dan selalu ingat pada-Nya, berenang mengarungi samudra-Nya berupa Al-Quran. Dengan melakukan hal itu, hati akan hidup dan selalu bisa merasakan nikmat-nikmat Allah. Dengan hidupnya hati, ia akan memberi cahaya pada jalan-jalan kehidupan yang dilalui.

Namun bila hati diletakkan pada dunia, cinta padanya dan dunia mendapat tempat di dalam hati, maka dipastikan hati tersebut tidak akan pernah bisa tenang dan tentram dalam arti yang sesungguhnya. Walaupun secara zahir nampak ketenangan dan kebahagiaan, tapi ia hanya bersifat sementara bahkan kesenangan yang menipu.

Allah swt berfirman : Ketahuilah, bahwa dengan berzikir kepada Allah, hati menjadi tenang (Qs. Ar-Ra`du : 28)

Ketika hati lalai dari mengingat Allah, ia akan selalu resah, gelisah, dan tidak pernah merasa tentram, iapun akan menggelepar-gelepar, kemudian hati akan sakit dan pada akhirnya akan mati seperti matinya ikan di daratan.

" Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati." (QS. Qaaf: 37 )

Salah satu ciri hati yang hidup adalah lapang hatinya dalam menerima ajaran Islam. Allah berfirman: "Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima agama Islam niscaya dia berada di atas cahaya Tuhannya" (QS. Az-Zumar: 22).

Suatu ketika Rasulullah ditanya tentang bagaimana hati bisa lapang? Beliau menjawab: "Apabilah cahaya itu masuk ke dalam hati maka hati tersebut akan lapang dan terbuka". Kemudian beliau ditanya lagi, apa tanda-tandanya wahai Rasulullah? Beliau menjawab: "Mempersiapkan diri menuju tempat keabadian (akhirat), dan 'mengasingkan' diri dari tempat yang menipu (dunia), serta mempersiapkan diri sebelum datangnya kematian." (HR. Hakim, dan Baihaqi dalam Kitab Az-zuhd).

Maka memperbaiki hati dan menghidupkannya dengan terus mempelajari Islam adalah suatu kewajiban bagi setiap hamba beriman, karena dengan baiknya hati maka akan baiklah seluruh kehidupan kita. Rasulullah saw bersabda: "Di dalam jasad itu ada segumpal darah, bila rusak, maka rusaklah seluruh tubuh dan bila sehat maka sehatlah seluruh tubuh, segumpal darah itu adalah hati."

Wallahu a'lam bishowaab

Oleh H. Zulhamdi M. Saad, Lc

Pohon Iman

Khutabah Pertama
Amma ba’du :
Ayyuhal muslimun ! Bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, karena takwa adalah bekal terbaik yang bisa disimpan. Dan rasakanlah selalu pengawasan Allah dalam setiap urusan anda, baik yang tersembunyi maupun yang nyata .
Ibadallah! Siapa pun tahu besar kebutuhan manusia akan air, makanan, matahari, udara, pakaian dan obat-obatan. Akan tetapi, tahukah anda, wahai hamba-hamba Allah, apa yang lebih penting dari pada itu semua ? yaitu sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari hidup manusia, karena segala urusannya tidak bisa berjalan dengan baik tanpa keberadaannya. Urgensinya melebihi apa pun yang dianggap penting dan mendesak. Kebutuhan terhadapnya lebih besar daripada kebutuhan lainnya. Karena sesungguhnya ia adalah makanan, pakaian dan obat yang hakiki bagi manusia. Sebab, apabila manusia tidak memilikinya, mereka akan rugi di dunia dan Akhirat. Na’udzu billahi min dzalik! Itu adalah iman dan akidah, sebagai ilmu dan amal, perilaku dan jalan hidup.


Sesungguhnya salah satu kelebihan yang diberikan kepada umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ialah bahwa Allah menunjukkan mereka kepada agama yang benar ini. Lalu Allah memilih akidah yang paling benar dan paling bersih, metode yang paling sempurna dan paling tinggi, ibadah yang paling mudah dan paling jernih, dan akhlak yang paling mulia dan paling suci untuk diberikan kepada mereka (umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,)
Ayyuhal muslimun! Ya hamatal akidah wa hurrasal millah! Salah satu keistimewaan umat ini yaitu umat ini adalah ‘’umat akidah’’. Inilah rahasia terbesar dalam hal kekuatan peribadi mereka dan bangunan peradaban mereka serta resep paling berharga dalam bangunan kejayaan dan kemenangan mereka yang terus menerus.
Sepanjang zaman dan sepanjang masa isu-isu akidah akan tetap ada dan harus tetap menjadi isu utama dan terpenting. Serta menjadi landasan dan pondasi bagi semua perhatian seorang muslim, baik dalam tataran ilmu , amal, maupun dakwah. Terutama pada masa-masa belakangan ini yang banyak godaan dan perubahan, syahwat dan syubhat menyebar luas, serangan dan tantangan semakin besar, kesulitan dan krisis semakain berat.
Oleh karena itu, kita harus membekali diri dengan senjata akidah. Karena di muka bumi ini tidak ada satu pun kekuatan yang bisa menandingi atau bahkan mendekati kekuatan akidah dalam menjamin keshalihan individu dan kestabilan masyarakat. Sesungguhnya akidah adalah klep pengaman dan kekacauan, kekosongan jiwa, kehampaan rohani, pelecehan terhadap akal sehat, penistaan dalam berbagai kebatilan. Kemudian menjadi akhir yang jelek dan penutup yang kekal. Kita berlindung kepada Allah dari murkaNya dan siksaNya yang sangat pedih .
Ummatal Islam! Kita sangat membutuhkan generasi penerus yang memiliki senjata akidah. Mereka hidup dengan akidahnya dan untuk akidahnya. Akidah itu menjadi mencusuar mereka di dalam ilmu dan amal, menjadi timbangan mereka di dalam berteman dan bermusuhan, menjadi simbol mereka di dalam marah dan senang, dan menjadi undang-undang mereka di dalam mendidik dan memperbaiki. Mereka membersihkan akidahnya dari penyimpangan orang-orang yang berlebih-lebihan, pengakuan orang-orang yang mengada-ada, dan penakwilan orang-orang yang bodoh. Sesungguhnya tanggung jawab dan amanah orang tua, keluarga, lembaga pendidikan, saluran edukasi, serta praktisi pendidikan, dakwah dan perbaikan dalam masalah ini sangat besar. Peran mereka harus muncul di arena pembangunan untuk segala hal yang benar dan baik, dan pemberantasan untuk segala hal yang salah dan buruk.
Batu bata pertama di bidang dakwah dan penyadaran harus dihancurkan kepada akidah dalam rangka pembersihan dan penguatan.Sesungguhnya masalah paling pokok yang harus segera di atasi ialah masalah syirik dan penyembahan berhala dalam berbagai model dan bentuknya. Bila tauhid adalah kewajiban yang paling ditekankan dan keharusan yang paling diperintahkan, maka syirik adalah dosa yang paling besar dan larangan yang paling diharamkan. Seluruh syariat dan dakwah para Nabi dan Rasul sepakat mengingkari dan menolak kemusyrikan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:


إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa :48,116)
Ikhwatal Iman! Keterikatan dan hubungan seorang muslim dengan akidahnya sangat erat, kuat dan tepat. Hal itu terlihat jelas di setiap tindakan dan urusannya; di kala suka dan duka, di saat susah dan mudah, di dalam ibadah dan muamalah. Bahkan seluruh hidup dan matinya untuk Allah Subhanahu Wata’ala, dan tiada menyekutukanNya. Jika memita sesuatu, ia memintanya kepada Allah. Jika shalat, haji, bernadzar, dan menyembelih hewan, ia melakukannya karena Allah. Jika meminta bantuan atau pertolongan, ia memintanya kepada Allah semata. Tidak ada yang diandalkannya untuk memenuhi hajatnya, melepaskan kesulitannya, mendatangkan keuntungannya dan menolak kerugiannya selain Allah Subhanahu Wata’ala .
Itulah akidah seorang muslim; percaya dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Jadi bukan sekedar ilmu kalam yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Bukan pula gelombang emosi dan pembenaran perasaan belaka. Melainkan kekuatan ruhani, keilmuan, pengamalan, peraktik nyata, dan interaksi dinamis yang membuat pemiliknya tergerak untuk melihat nilai-nilai yang tinggi dan membawanya naik ke atas cakrawala yang paling agung.
Ikhwatal iman! Kita harus yakin bahwa kehidupan yang nyaman dan aman, kehidupan yang bahagia dan legawa tidak bisa dicapai tanpa iman dan amal shalih. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :


مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl :97)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :


الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.Al-An’am :82)
Setiap bencana, ketakutan, kecemasan, dan hilangnya rasa aman dari umat ini, tidak lain disebabkan karena lemahnya atau hilangnya iman. Dan itu adalah sunnatullah .


فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَبْدِيلاً وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَحْوِيلاً
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (QS. Fathir :43)
Ayyuhal muslimun! Sesungguhnya amal shalih itu bekal dan hasil karya seseorang yang akan dibawanya ketika meninggal dunia. Amal shalih yang akan menentukan nasibnya di Akhirat. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
‘‘ Mayit akan diantar oleh tiga hal. Lalu yang dua pulang kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Ia diantar oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Lalu keluarga dan hartanya pulang kembali, sedangkan amalnya tinggal bersamanya.’’ ( HR. Al-Bukhari, 6514, Muslim, 2960 )
Keluarga, kerabat, sahabat, dan anak pulang kembali ke rumah. Harta yang banyak, istana yang megah, kendaraan yang mewah, dan pemandangan yang menawan juga kembali ketempat semula. Bahkan terkadang menjadi penyesalan dan ratapan bagi pemiliknya. Dan hanya satu yang akan tinggal bersamanya tidak ada yang lain dalam liang lahat yang sempit, yaitu amal yang shalih .
Jadi, amal adalah sahabat manusia di dalam kuburnya. Ia akan memperoleh nikmat jika amalnya shalih, dan akan menerima azab jika amalnya tidak shalih. Dalam sebuah Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda :
‘‘ Sesungguhnya amal yang shalih akan datang kepada pemiliknya di dalam kubur dalam wujud seorang laki-laki berwajah tampan, berpakaian bagus, dan berbau harum. Lalu laki-laki itu berkata: ‘ Bergembiralah dengan apa yang menyenangkan hatimu ! Si mayit bertanya: Siapa kamu ? Karena wajahmu adalah wajah yang datang dengan kebaikan ! laki-laki itu menjawab : ‘Aku adalah amalmu yang shalih , sedangkan amal yang buruk akan datang kepada pemiliknya di dalam kubur dalam wujud seorang laki-laki berwajah jelek, berpakaian jelek, dan berbau busuk. Lalu laki-laki itu berkata : ‘Bergembiralah dengan apa yang menyakitkan hatimu! Si mayit bertanya : Siapa kamu ? Karena wajahmu adalah wajah yang datang dengan keburukan ! Laki-laki itu menjawab : ‘Aku adalah amalmu yang buruk.’’
Mana perhatian manusia terhadap pelajaran ini ? siapapun yang mencermati realita mayoritas umat Islam maka ia akan kembali dengan hati yang luka dan jiwa yang sedih. Karena melihat amal yang buruk bertumpuk dan menyebar luas di tengah masyarakat muslim. Ada beragam bentuk syirik dan bid’ah. Ada dosa-dosa besar dan kemaksiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku muslim. Ada pembunuhan, perzinahan, peraktik riba, pencurian, kesewenang-wenangan, minuman keras, narkoba, mengabaikan shalat jum’at dan shalat jama’ah, asyik dengan aktifitas-aktifitas yang melalaikan dan membuat terlena. Ada pamer kecantikan dan aurat, kurangnya rasa malu, pamer perhiasan, dan pergaulan bebas. Semuanya ada ditengah-tengah kaum muslimin dan muslimat.
Ya ummatal Islam! Bertakwalah kepada Allah dan kerjakanlah amal yang shalih. Karena tuhan anda telah menganjurkan kepada anda untuk mengerjakan amal shalih dengan beragam uslub (gaya bahasa). Ada yang menggunakan uslub perintah langsung. Ada yang menyebutkan balasan yang akan diterima pelakunya di Akhirat dan kondisinya di dunia. Ada yang mengaitkannya dengan ganjarannya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :


وَمَاتُجْزَوْنَ إِلاَّ مَاكُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan, (QS. As-Shaaffat :39)
Ada yang menyebutkan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala melihat amal perbuatan kita. Seperti pada firmanNya :


إِنِّي بِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Mu’minun :51)
Ada yang menyebutkan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala menugaskan para malaikat untuk mencatat amal perbuatan kita. Ada yang menyebutkan bahwa kita akan menghadap kepada Allah . Lalu kita akan menjumpai amal perbuatan kita pada hari kiamat; kita akan melihat dan membacanya.


وَكُلُّ إِنسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنشُورًا اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka."Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisap terhadapmu". (QS. Al-Isra’ :13-14)
Dan ada yang memberitahukan kepada kita bahwa amal perbuatan manusia itu adakalanya menguntungkan dirinya dan adakalanya merugikan dirinya.


مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; (QS. Fushhilat :46)
Masih banyak lagi uslub-uslub lain yang bertebaran didalam Al-Qur’an yang dapat dilihat dengan mudah oleh orang yang mau merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Ibadallah! Anda harus membekali diri dengan amal shalih sepanjang masih punya waktu dan kesempatan. Waspadalah terhadap hal-hal yang bisa menghalangi anda dari amal yang bermanfaat. Seperti nafsu yang menyuruh berbuat jahat, setan yang terkutuk dan kawan-kawannya dari bangsa jin dan manusia, hawa nafsu, syubhat, dan angan-angan mereka. Serta dunia yang hina dan kesenangannya. Bertaubatlah kepada Tuhan dengan taubat yang nasuha. Teruslah beramal shalih. Jangan sekali-kali mundur setelah maju, dan jangan pernah lalai setelah patuh.


وَلاَتَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.Mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr :19).



بارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
Amma ba’du :


اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْد
Ikhwatal Islam! Salah satu karunia Allah yang diberikan kepada anda, ialah waktu-waktu utama dan musim-musim kebajikan dan rahmat. Hal itu untuk memberi kesempatan kepada orang-orang yang taat supaya memperbanyak bekal amal shalih. Juga memberi kesempatan kepada para pendosa untuk bertaubat kepada Tuhan dan kembali kejalan yang benar serta mengasah iman yang ada di dalam jiwa mereka. Karena ketika bulan Ramadhan yang penuh berkah berakhir, masuklah bulan-bulan haji ke Tanah suci. Itu adalah salah satu rukun agama yang agung. Siapa yang melaksanakannya menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama, ia akan pulang kerumahnya tanpa dosa seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya. Segala puji bagi Allah yang telah menyediakan keutamaan yang agung ini untuk hamba-hambaNya.



قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُون
Katakanlah:"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (QS. Yunus :58)



إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab :56)

Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun, edisi pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya. Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky

Popular post

 
Support : Jasa Pembuatan Website | Toko Online | Web Bisnis
Copyright © 2011. Nurul Asri - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger