Latest Post

Wilayah Jazirah Arab

Peta Wilayah Jazirah Arab


Peta Wilayah Jazirah Arab
Akan kita pelajari Atlas sejarah Dakwah Nabi Muhammad saw yang kita mulai dari Peta Wilayah Jazirah Arab.

Luas jazirah Arab kurang lebih 3,1 Juta km persegi, terbentang diantara Benua Asia dan Afrika. Tepatnya, letaknya diujung barat daya benua asia, batas sebelah barat berupa laut merah, sebelah timur teluk arab dan Oman, sebelah selatan samudra India, sedang sebelah utara berupa daratan Syam. Sepertiga wilayahnya terdiri dari padang pasir yang tandus dan kering, membentang dari selatan ke arah utara, gunung-gunung batu yang tinggi, dan lembah-lembah yang kadang berair dan kadang kering. Tidak ada sungai yang mengalir.

Jazirah Arab dahulu terbagi dalam delapan kawasan :
  1. Hijaz, terletak di tepian Laut Merah sebelah tenggara. Wilayah ini paling penting karena terdapat Ka'bah
  2. Yaman, berada di sebelah kanan Ka'bah. Diselatan Yaman terdapat Samudera Hindia
  3. Hadramaut, terletak di tepi samudera hindia, sebelah timur Yaman
  4. Muhrah, terletak disebelah timur dari Hadramaut
  5. Oman,terletak disebelah utara bersambung dengan Teluk Persia
  6. Al Hasa', terletak di panti Teluk Persia dan panjangnya sampai ke tepian Sungai Eufrat
  7. Nejed, terletak di antara Hijaz dan Yamamah, tanahnya datar dan luas, disebelah utara bersambung dengan Syam, di timur dengan Irak
  8. Ahqaf, terletak di selatan, sebelah barat daya Oman   

Sirah Nabawiyah

Kawasan Arab terkenal dengan nama Jazirah Arab. Jazirah dalam bahasa Indonesia artinya semenanjung. Jazirah Arab berarti semenanjung Arab, sedangkan Arab artinya padang pasir, tandus, dan gersang yang tidak memiliki air dan tumbuh-tumbuhan. Arab menjadi sebutan bagi masyarakat di Jazirah Arab yang dibatasi Laut Merah dan Guruh Sinai di sebelah barat, di sebelah timur dibatasi Teluk Arab dan sebagian besar negara Irak bagian selatan.  disebalah selatan dibatasi Laut Arab yang bersambung dengan Lautan India, dan disebelah utara dibatasi negeri Syam dan sebagian kecil dari negara Irak. Luasnya membentang antara 1.000.000 x 1.300.000 mil.

Bangsa Arab terbagi menjadi tiga bagian sebagai berikut:
  1. Arab Ba'idah: kaum-kaum Arab terdahulu yang sudah punah, seperti 'Ad, Tsamud, Tsam, Judais, Imlaq, dan lain-lain
  2. Arab Arabiah : kaum-kaum arab yang berasal dari keturunan Ya'rib bin yasyjub bin Qahtan, atau disebut pula Arab Qahthaniyah
  3. Arab Musta'ribah, kaum-kaum Arab yang berasal dari keturunan Ismail yang disebut pula arab Adnaniyah 
Agama Bangsa Arab
Pada mulanya bangsa Arab beragama tauhid, agama Nabi Ibrahim As. Lambat laun karena adanya banyak faktor, keyakinan bangsa Arab bergeser hingga menganut agama animisme, pemuja berhala.Faktor terbesarnya adalah pengaruh ajaran-ajaran animisme dari Syam pada masa bani Khuza'ah berkuasa.

Kondisi Sosial Masyarakat Jahiliyah
Kondisi sosial masyarakat jahiliyah sangat rapuh. Kebodohan dan khurafat merajalela, hidup layaknya binatang ternak. Wanita diperlakukan seperti benda mati. Mereka sering berperang memperbutkan kekuasaan, harta, dan kehormatan suku.

Kondisi Ekonomi
Berniaga merupakan sarana terbesar mereka dalam menggapai kebutuhan hidup. Disanan terdapat pasar-pasar terkenal, seperti ukazh, Dzil majaz, Majinnah.

Kondisi Akhlak
Kehidupan nista, pelarcuran, dan hal-hal lain yang bertentangan dengan akal sehat dan perasaan menyebar luas. Disisi lain, akhlak-akhlak terpuji yang lain juga terdapat pada mereka : kedermawanan, menepati janji, kekuatan tekad, lemah lembut, tenang, waspada, dan sederhana.


Akibat Tidak Amanah dalam Kepemimpinan


 Akibat Tidak Amanah dalam Kepemimpinan

Amanah dan Tanggung Jawab
Janji demi janji diberi menjelang pesta rakyat, Pemilu yang dihadapi setahun lagi. Inilah yang digaungkan oleh para penggila kekuasaan. Awalnya ingin mengatasnamakan rakyat ketika awal-awal berkampanye. Namun kala mereka mendapatkan kursi panas, janji tinggallah janji. Awalnya mereka adalah orang yang kenal agama, karena kekuasaan, hidup glamor yang jadi prioritas, bahkan agama pun dikorbankan demi ambisi kekuasaan.

Inilah realita yang terjadi pada para penggila kekuasaan. Benarlah kata Rasul kita -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bahwa kekuasaan bisa jadi ambisi setiap orang. Namun ujungnya selalu ada penyesalan. Beliau bersabda,
ุฅِู†َّูƒُู…ْ ุณَุชَุญْุฑِุตُูˆู†َ ุนَู„َู‰ ุงู„ุฅِู…َุงุฑَุฉِ ، ูˆَุณَุชَูƒُูˆู†ُ ู†َุฏَุงู…َุฉً ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ، ูَู†ِุนْู…َ ุงู„ْู…ُุฑْุถِุนَุฉُ ูˆَุจِุฆْุณَุชِ ุงู„ْูَุงุทِู…َุฉُ

Sesungguhnya kalian nanti akan sangat berambisi terhadap kepemimpinan, ujungnya hanya penyesalan pada hari kiamat. Di dunia ia mendapatkan kesenangan, namun setelah kematian sungguh penuh derita” (HR. Bukhari no. 7148)

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata bahwa ucapan Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- di atas menceritakan tentang sesuatu sebelum terjadinya dan ternyata benar terjadi.
Hadits di atas semakin jelas jika dilihat dari riwayat lainnya yang dikeluarkan oleh Al Bazzar, Ath Thobroni dengan sanad yang shahih dari ‘Auf bin Malik dengan lafazh,

ุฃَูˆَّู„ู‡َุง ู…َู„َุงู…َุฉ ؛ ูˆَุซَุงู†ِูŠู‡َุง ู†َุฏَุงู…َุฉ ، ูˆَุซَุงู„ِุซู‡َุง ุนَุฐَุงุจ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉ ، ุฅِู„َّุง ู…َู†ْ ุนَุฏَู„َ

Awal (dari ambisi terhadap kekuasaan) adalah rasa sakit, lalu kedua diikuti dengan penyesalan, setelah itu ketiga diikuti dengan siksa pada hari kiamat, kecuali bagi yang mampu berbuat adil.
Dan disebutkan oleh Thobroni dari hadits Zaid bin Tsabit yang marfu’,

ู†ِุนْู…َ ุงู„ุดَّูŠْุก ุงู„ْุฅِู…َุงุฑَุฉ ู„ِู…َู†ْ ุฃَุฎَุฐَู‡َุง ุจِุญَู‚ِّู‡َุง ูˆَุญِู„ِّู‡َุง ، ูˆَุจِุฆْุณَ ุงู„ุดَّูŠْุก ุงู„ْุฅِู…َุงุฑَุฉ ู„ِู…َู†ْ ุฃَุฎَุฐَู‡َุง ุจِุบَูŠْุฑِ ุญَู‚ّู‡َุง ุชَูƒُูˆู† ุนَู„َูŠْู‡ِ ุญَุณْุฑَุฉ ูŠَูˆْู… ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉ

Sebaik-baik perkara adalah kepemimpinan bagi yang menunaikannya dengan cara yang benar. Sejelek-jelek perkara adalah kepemimpinan bagi yang tidak menunaikannya dengan baik dan kelak ia akan merugi pada hari kiamat.”

Terdapat pula dalam riwayat Muslim dari hadits Abu Dzar,

ู‚ُู„ْุช ูŠَุง ุฑَุณُูˆู„ ุงู„ู„َّู‡ ุฃَู„َุง ุชَุณْุชَุนْู…ِู„ُู†ِูŠ ؟ ู‚َุงู„َ : ุฅِู†َّูƒ ุถَุนِูŠู ، ูˆَุฅِู†َّู‡َุง ุฃَู…َุงู†َุฉ ، ูˆَุฅِู†َّู‡َุง ูŠَูˆْู… ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉ ุฎِุฒْูŠ ูˆَู†َุฏَุงู…َุฉ ุฅِู„َّุง ู…َู†ْ ุฃَุฎَุฐَู‡َุง ุจِุญَู‚ِّู‡َุง ูˆَุฃَุฏَّู‰ ุงู„َّุฐِูŠ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูِูŠู‡َุง
“Aku berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau enggan mengangkatku (jadi pemimpin)?” Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- menjawab, “Engkau itu lemah. Kepemimpinan adalah amanat. Pada hari kiamat, ia akan menjadi hina dan penyesalan kecuali bagi yang mengambilnya dan menunaikannya dengan benar.

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ini pokok penting yang menunjukkan agar kita menjauhi kekuasaan lebih-lebih bagi orang yang lemah. Orang lemah yang dimaksud adalah yang mencari kepemimpinan padahal ia bukan ahlinya dan tidak mampu berbuat adil. Orang seperti ini akan menyesal terhadap keluputan dia ketika ia dihadapkan pada siksa pada hari kiamat. Adapun orang yang ahli dan mampu berbuat adil dalam kepemimpinan, maka pahala besar akan dipetik sebagaimana didukung dalam berbagai hadits. Akan tetapi, masuk dalam kekuasaan itu perkara yang amat berbahaya. Oleh karenanya, para pembesar (orang berilmu) dilarang untuk masuk ke dalamnya. Wallahu a’lam.”

Lantas bagaimana akibat tidak amanat dalam menunaikan kepemimpinan? Dalam hadits di atas sudah disebutkan akibatnya,
ูَู†ِุนْู…َ ุงู„ْู…ُุฑْุถِุนَุฉُ ูˆَุจِุฆْุณَุชِ ุงู„ْูَุงุทِู…َุฉُ

Di dunia ia mendapatkan kesenangan, namun setelah kematian sungguh penuh derita”. 

Ad Dawudi berkata mengenai maksud kalimat tersebut adalah kepemimpinan bisa berbuah kenikmatan di dunia, namun bisa jadi penghidupan jelek setelah kematian karena kepemimpinan akan dihisab dan ia bagaikan bayi yang disapih sebelum ia merasa cukup lalu akan membuatnya sengsara. Ulama lain berkata mengenai maksud hadits, kekuasaan memang akan menghasilkan kenikmatan berupa kedudukan, harta, tenar, kenikmatan duniawi yang bisa dirasa, namun kekuasaan bisa bernasib jelek di akhirat.


Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.



Riyadh-KSA, 23 Rabi’ul Awwal 1434 H
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal




Inilah Balasan bagi yang Istiqomah


Inilah Balasan bagi yang Istiqomah

Allah Ta’ala berfirman,
 
ุฅِู†َّ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ู‚َุงู„ُูˆุง ุฑَุจُّู†َุง ุงู„ู„َّู‡ُ ุซُู…َّ ุงุณْุชَู‚َุงู…ُูˆุง ุชَุชَู†َุฒَّู„ُ ุนَู„َูŠْู‡ِู…ُ ุงู„ْู…َู„َุงุฆِูƒَุฉُ ุฃَู„َّุง ุชَุฎَุงูُูˆุง ูˆَู„َุง ุชَุญْุฒَู†ُูˆุง ูˆَุฃَุจْุดِุฑُูˆุง ุจِุงู„ْุฌَู†َّุฉِ ุงู„َّุชِูŠ ูƒُู†ْุชُู…ْ ุชُูˆุนَุฏُูˆู†َ

Istiqomah
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah (surga) yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS Fushilat [41]: 30)

Keimanan kepada Allah menuntut sikap istiqomah. Keyakinan hati, kebenaran lisan dan kesungguhan dalam amal adalah unsur-unsur keimanan yang mesti dijalankan dengan istikamah. istikamah yang berarti keteguhan dalam memegang prinsip, merupakan bukti jelas kekuatan iman seseorang.
Rasulullah shallaluhu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Katakanlah: “Rabbku adalah Allah” dan Istiqomahlah!” (HR Tirmidzi)

Pantas jika Allah menjanjikan keutamaan yang besar untuk orang-orang yang istiqomah dalam imannya. Pada ayat yang disebutkan di muka, menurut ahli tafsir, Allah memberitakan bahwa ketika orang-orang yang istiqomah itu mati, akan turun kepada mereka para malaikat seraya berkata,“Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu.”

Tidak takut dan tidak bersedih. Itulah yang akan dirasakan oleh orang-orang yang istiqomah ketika mereka meninggalkan alam fana ini. Para ulama juga menjelaskan, bahwa maksud tidak takut adalah mereka tidak takut dengan apa yang akan mereka hadapi setelah hari kematian mereka.  Adapun maksud mereka tidak bersedih adalah mereka tidak bersedih dengan apa yang mereka tinggalkan selama di dunia.

Perasaan ini akan dialami oleh semua orang yang istiqomah. Termasuk orang-orang yang ketika di dunia sangat bahagia, berharta dan berkedudukan tinggi. Karena kebahagiaan yang akan mereka terima di akhirat, jauh lebih baik dari apa yang selama ini mereka rasakan di dunia.

Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman, tidak istiqomah, berlaku maksiat dan sombong, kelak yang akan dirasakannya adalah ketakutan yang mencekam dan kesedihan yang mendalam. Hingga walaupun di dunia mereka adalah orang yang paling sengsara. Karena, kesengsaraannya selama mereka di dunia, masih jauh lebih baik dari kerugian yang akan diterimanya di akhirat.

Orang-orang yang istiqomah itu juga bergembira dengan surga yang dijanjikan Allah; tempat segala kenikmatan, sebagai balasan yang Allah gambarkan dengan firmannya dalam hadis qudsi, “Sesuatu yang tidak ada satu mata pun yang pernah melihatnya, tidak ada satu telinga pun yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas sedikitpun dalam hati manusia.” (HR Bukhari Muslim)
Wallahu ‘alam bish-shawab.




 —
Penulis: Ustadz Abu Khaleed Resa Gunarsa, Lc

Sirah Nabawiyah

Pentingnya Sirah Nabawiyah untuk memahami Islam



Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah bukan sekedar untuk mengetahui peristiwa peristiwa sejarah yang mengungkapkan kisah-kisah dan kasus yang menarik. Karena itu, tidak sepatutnya kita menganggap kajian fikih Sirah Nabawiyah termasuk sejarah, sebagaimana kajian tentang sejarah hidup salah seorang Khalifah, atau sesuatu periode sejarah yang telah silam.
Tujuan mengkaji Sirah Nabawiyah adalah agar setiap Muslim memperoleh gambaran tentang hakekat Islam secara paripurna, yang tercermin di dalam kehidupan Nabi Muhammad saw, sesudah ia dipahami secara konseptional sebagai prinsip, kaidah dan hukum. Kajian Sirah Nabawiyah hanya merupakan upaya aplikatif yang bertujuan memperjelas hakekat Isam secara utuh dalam keteledanannya yang tertinggi, Muhammad saw.

Bila kita rinci, maka dapat dibatasi dalam beberapa sasaran berikut ini :

1)   Memahami pribadi kenabisan Rasulullah saw melalui celahcelah kehidupan dan kondisi-Kondisi yang pernah dihadapinya, utnuk menegaskan bahwa Rasulullah saw bukan hanya  seorang yang terkenal genial di antara kaumnya , tetapi sebelum itu beliau adalah seorang Rasul yang didukung oleh Allah dengan wahyu dan taufiq dariNya.

2)   Agar manusia menndapatkan gambaran al-Matsatl al A’la menyangkut seluruh aspek kehidupan yang utama untuk dijadikan undang-undang dan pedoman kehidupannya. Tidak diragukan lagi betapapun manusia mencari matsal a’la ( tipe ideal ) mengenai salah satu aspek kehidupan , dia pasti akan mendapatkan di dala kehiduapn Rasulullah saw secara jelas dan sempurna. Karena itu, Allah menjadikannya qudwah bagi seluruh manusia.Firman Allah:
„Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu ...“ QS al-Ahzab : 21

3)   Agar manusia mendapatkan , dalam mengkaji Sirah Rasulullah ini sesuatu yang dapat membawanya untuk memahami kitab Allah dan semangat tujuannya. Sebab, banyak ayat-ayat al-Quran yang baru bisa ditafsirkan dan dijelaskan maksudnya melalui peristiwa-peristiwa yangag pernah dihadapi Rasulullah saw dan disikapinya.
4)  Melalui kajian Sirah Rasulullah saw ini seorang Muslim dapat mengumpulkan sekian banyak tsaqofah dan pengetahuan Islam yang benar, baik menyangkut aqidah, hukum ataupun akhlak. Sebab tak diragukan lagi bahwa kehiduapn Rasulullah saw merupakan gambaran yang konkret dari sejumlah prinsip dan hukum Islam
5)     Agar setiap pembina dan da’i Islam memiliki contoh hidup menyangkut cara-cara pembinaan dan dakwah. Adalah Rasulullah saw seorang da’i pemberi nasehat dan pembina yang baik, yang tidak segan-segan mencari cara-cara pembinaan yang pendidikan terbaik selama beberapa periode dakwahnya

Di antara hal itu terpenting yang menjadikan Sirah Rasulullah saw cukup untuk memenuhi semua sasaran ini adlah bawah seluruh kehidupan beliau mencakup seluruh aspek sosial dan kemanusiaan yang ada pada manusia, baik sebagai pribadi ataupun sebagai anggota masyarakat yang aktif. 
Kehidupan Rasulullah saw memberikan kepada kita contoh-contoh mulia, baiks ebagai pemuda Islam yang lurus perilakunya dan terpercaya di antara kaum dan juga kerabatnya, ataupun sebagai da’i kepada Allah dengan hikmah dan nasehat yang baik, yang mengerahkan segala kemampuan utnuk menyampaikan risalahnya. Juga sebagai kepala negara yang mengatur segala urusan dengan cerdas dan bijaksana, sebagai suami teladan dan seorang ayah yang penuh kasih sayang, sebagai panglima perang ang mahir, sebagai negarawan ynag pandai dan jujur, dan sebagai Muslim secara keseluruhan (kaffah) yang dapat melakukan secara imbang antara kewajiban beribadah kepada Allah dan bergaul dengan keluarga dan sahabatnya dengan baik.
Maka kajian Sirah Nabawiyah tidak lain hanya menampakkan aspek-aspek emanusiaan ini secara keseluruhan yang tercermin dalam suri tauladan yang paling sempurna dan terbaik.



Popular post

 
Support : Jasa Pembuatan Website | Toko Online | Web Bisnis
Copyright © 2011. Nurul Asri - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger