Latest Post

Syukur Nikmat

Pernahkah kita berpikir untuk apa segala kenikmatan yang kita cari setiap hari dengan membanting tulang? Tanpa peduli siang dan malam, sampai-sampai meninggalkan keluarga? Akankah semua itu akan menyertai kita selamanya?

Fakta menunjukkan, tak ada yang abadi di dunia ini. Segala kenikmatan bisa lenyap seketika. Kekayaan, kedudukan, kecantikan, ketampanan, ketenaran, kecerdasan, dan sebagainya bisa diambil kembali oleh Sang Maha Pemberi, Allah SWT. Pinjaman Allah itu akan diminta kembali bila Sang Pemilik ingin mengambilnya.

Sayang, banyak orang yang terpedaya dengan kehidupan dunia. Seolah-olah dunia merupakan segalanya. Saking terpananya dengan bayangan dunia, sampai-sampai banyak orang melupakan tempat untuk masa depannya yang abadi, yakni akhirat. Mereka melupakan dan menyia-nyiakan nikmat yang dianugerahkan Allah kepadanya.

Padahal, Allah kelak akan mempertanyakan semua kenikmatan yang telah diberikan kepada hamba-Nya.

"Kemudian, kamu pada hari itu pasti akan dimintai pertanggungjawaban atas seluruh kenikmatan (yang telah diberikan kepadamu)." (QS at-Takatsur [102]: 8)
 
Nantinya akan ditanyakan untuk apa nikmat-nikmat yang Allah SWT berikan, seperti umur, waktu, harta, jabatan, kecantikan, kecerdasan, ilmu, dan lain-lain digunakan? Untuk taat kepada-Nya atau justru untuk melanggar ketentuan-Nya? Semua itu akan dipertanyakan oleh Sang Maha Pemberi. 

Mungkin, semasa di dunia manusia bisa berdalih. Namun, di akhirat? Mulut manusia dikunci, tanpa bisa berkata sepatah kata pun. Justru, tangan berbicara. Kemudian, kaki-kaki menjadi saksi di hadapan Allah SWT atas seluruh tindakan yang pernah kita lakukan di dunia (QS Yasin [36]: 65).   Tidak ada sedikit pun kebohongan di hadapan-Nya.

Maka, orang yang berhasil mengelola kenikmatan dari Allah SWT merupakan orang yang pandai bersyukur. Sebab, pada hakikatnya syukur adalah menampakkan nikmat dengan menggunakannya pada tempatnya serta sesuai dengan kehendak pemberi. Sebaliknya, terdapat pula orang yang kufur nikmat, yaitu menyia-nyiakan dan melupakan nikmat Sang Maha Pemberi.

Alhasil, kenikmatan bisa menjadi ladang pahala bagi orang-orang yang menyadari hakikat pemberian Sang Khalik kepadanya. Mereka akan menggunakan nikmat itu dalam koridor perintah dan larangan-Nya. Tak mungkin orang yang paham terhadap hakikat kenikmatan dunia akan mengejar jabatan yang haram untuk diduduki, menggunakan kecerdasannya untuk korupsi, serta memamerkan auratnya untuk mencari rezeki. Tidak mungkin pula orang seperti itu menggunakan mulutnya untuk mengucapkan janji palsu dan kata-kata kotor kepada manusia lainnya, serta menggunakan kedudukannya untuk menzalimi rakyat, dan sebagainya.    


Sumber : republika

Cerdas Menghadapi Kematian


Rasanya terlalu cepat ketika kematian datang tiba-tiba kepada anak, istri, orang tua, dan keluarga. Tak ada yang pernah menginginkannya. Kalau mungkin meminta, nanti sajalah ketika semua nafsu duniawi telah terpenuhi. Begitulah keinginan manusia, namun dapat berbeda dengan ketetapan Sang Pencipta.

Dalam Alquran surah Ali Imran ayat 145, Allah SWT berfirman, “Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati kecuali dengan izin Allah sebagai ketetapan yang tertentu waktunya.”

Dengan demikian, kehidupan dan kematian telah ditetapkan oleh-Nya. Hanya saja apabila kelahiran selalu dirayakan dengan penuh kebahagiaan, kematian selalu diiringi tangis kesedihan. Bukan sehari dua hari, berbulan, atau bahkan bertahun-tahun. Pada 18 Januari 2015 lalu, penulis merasakan kepedihan itu ketika anak laki-laki pertama yang berusia sembilan tahun dipanggil terlebih dahulu oleh pemilik sejatinya. Sudah dua minggu lebih sedih itu masih menggelayuti jiwa.

Jangankan kita manusia biasa, Rasulullah SAW sempat menitikkan air mata saat istri tercinta, Siti Khodijah, meninggal. Ketika paman terkasih yang melindunginya, Abu Tholib, meninggal saat perjuangan menegakkan Islam masih berat, Baginda Rasul pun sangat bersedih.

Sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW, bersedih itu boleh, tapi sewajarnya saja. Jangan meratapi terus-menerus sehingga semangat hidup hilang dan berputus asa. Ingatlah, bukan hanya harus beriman kepada Allah, malaikat, kitab, Rasul, dan hari pembalasan, melainkan kita juga harus beriman kepada ketetapan untuk setiap makhluk-Nya (qada/ qadar).

Kekuatan imanlah yang menguatkan dan mengingatkan bahwa semua yang ada dalam kehidupan dunia ini hanyalah titipan. Amanah Tuhan, yang kapan saja bila Dia berkehendak, akan diambilnya. Keikhlasan dan kesabaran menjalaninya sebagai obat terbaik. Kemarahan, mencari-cari alasan, berandai-andai kita bisa menyelamatkan diri dari kematian, hanyalah pintu setan untuk menanggalkan iman.

Ini soal antrean saja, bisa lebih dahulu anak, istri, suami, orang tua, dan orang terkasih kita lainnya. “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS an-Nisa [4]:78).

Kematian sangatlah menakutkan bagi mereka yang banyak dosa. Dalam Alquran surah al-Jumu’ah ayat 7 dinyatakan, “Mereka tidak akan mengharapkan kematian itu selama-lamanya disebabkan kejahatan yang telah mereka perbuat dengan tangan mereka sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui akan orang-orang yang zalim.”

Tapi bagi orang beriman, kematian sangatlah membahagiakan karena pintu terbuka untuk bertemu Yang Maha Penyayang. Bagi yang ditinggalkan terlalu banyak hikmah dan hidayah dari-Nya apabila kita sanggup menangkapnya. Ketika ikhlas menghiasi jiwa, petunjuk Tuhan akan dengan mudah diterima. Kekuatan jiwa untuk menerima ujian semakin meningkat dan kualitas ibadah akan semakin baik.

Berserah diri kepada Allah dan jadilah manusia cerdas sebagaimana diingatkan oleh Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abdullah bin Abbas ra, “Bahwa malaikat maut memperhatikan wajah manusia di muka bumi ini 70 kali dalam sehari. Ketika Izrail datang memperhatikan wajah manusia, didapati orang tersebut sedang bergelak tawa. Maka berkata Izrail, ‘Alangkah herannya aku melihat orang ini, padahal aku diutus oleh Allah SWT untuk mencabut nyawanya kapan saja, tetapi dia masih terlihat bodoh dan bergelak tawa.”

Seorang sahabat pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paling cerdas?” Rasulullah lalu menjawab, “Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paling baik dalam mempersiapkan kematian, itulah orang yang paling cerdas (HR Ibnu Majah, Thabrani dan Al Haitsami). Wallahu’alam.


Oleh lu Rusliana

Seruan Keadilan

Keadilan adalah di antara buah rahmatan lil'aalamiin. Ia adalah misi terbesar Islam setelah kebenaran, bahasa setiap hati nurani, pilar kedamaian, ketenangan, keamanan, kesejahteraan, dan keselamatan. "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat bijak, berbuat baik pada kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS an-Nahl [16]: 90).


Keadilan adalah penyebab Allah jatuh cinta pada hamba-Nya (QS al-Muntahanah [60]: 8). Dan, Rasulullah SAW menempatkan sebagai peringkat pertama dari tujuh golongan umatnya yang mampu menegakkan keadilan sebagai pihak yang akan mendapatkan pernaungan ternyaman pada saat kegetiran Hari Pengadilan.
Ketahuilah, wahai saudaraku sebangsa dan setanah air, terutama para pemangku kepentingan di negeri ini! Allah melarang keras mereka yang mempermainkan hukum keadilan berdasarkan hawa nafsunya, kebencian, atau dendam atau tidak berbuat adil karena cinta, keluarga, atau kerabatnya. "Janganlah kalian berbuat zalim karena kebencian kalian." (QS al-Maidah [6]: 8). "Berbuat adillah walau kepada orang terdekatmu ...."(QS al-An'am [7]: 152).



Rakyat di republik ini menyaksikan dengan terang-benderang lakon para pemimpinnya. Kita sudah teramat kentara melihatnya, bagaimana mereka berani dan seperti tanpa dosa mempermainkan hukum dan keadilan. Diamnya rakyat bukan berarti tidak peduli, apalagi rakyat jelata yang sudah susah dan sesekali saja menemukan nasi dalam seharinya. Tumpukan kekecewaan, marah, dan kesedihan bercampur baur yang suatu saat pasti akan meruah tumpah. Untung masih ada iman, masih ada harapan, masih ada pejuang keadilan, masih ada anak bangsa negeri ini yang menangis di keheningan malam yang bermohon kepada Allah untuk keberkahan dan keselamatan negerinya. Meski hati nurani yang mengimani dahsyatnya Hari Keadilan sudah tidak dipedulikan lagi karena mata batin mereka sudah rabun dengan syahwat dunia.


//Ikhwah fillah//, keadaan ini seharusnya membuat kita semakin takut kepada Allah. Karena, kezaliman yang diperbuat oleh salah satu saja dari para pemimpin kita akan mengundang azab bala bencana. "Jika Kami berkehendak menghancurkan suatu negeri, Kami jadikan para pemimpin yang diamanahi kekuasaan itu berbuat zalim di negeri itu. Akibat perbuatan kezaliman pemimpin mereka, turunlah azab kepada mereka dan Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS al-Isra [15]: 16). 


Simak dengan iman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kerabatmu. Jika itu kaya atau miskin, Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena menyimpang dari kebenaran. Dan, jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS an-Nisa [4]: 135).


Allahumma ya Allah, bimbing dan ajarkan kami agar semakin takut kepada-Mu dan takut pada hari akhirat yang semua tabir rahasia dibuka. Ya Rabb, kami rindu pemimpin yang berwibawa, yang sangat takut kepada-Mu, dan mengajak kami takut kepada-Mu. Pemimpin yang mengajak kami hidup dalam syariat-Mu dan bahagia dalam sunah Nabi-Mu. Duhai Allah, selamatkan kami dari murka-Mu. Amin.


Oleh: Muhammad Arifin Ilham

Usaha Yang Meringankan Bangun Malam

Nomor 386/Tahun 8/06 Februari 2015

Oleh: M Sinwani

Sholat Tahajud
Tatkala matahari terbenam, aku senang adanya kegelapan karena aku bisa bercinta dengan Tuhanku, dan tatkala ia terbit, aku sedih karena adanya manusia dalam kehidupanku.”
  
Demikian penggalan kata dari imam Fudhail bin ‘Iyadh, seorang ahli ibadah yang mendapat julukan Abid Haramain” (seorang ahli ibadah di Makkah dan Madinah). Ia menuturkan kepada kita akan nikmatnya bangun malam.
  
Bangun malam merupakan pengorbanan diri kita untuk bisa meninggalkan kepuasaan ragawi dari tidur; Panggilan hati untuk menghadap kepada Allah dengan ibadah dan zikir.Di dalamnya kita bisa berdialog dengan Tuhan tanpa batas penghalang. Dialog dapat terhubung dengan shalat Tahajud, doa, dan zikir, membaca Alquran, ataupun ibadah sunah yang lain.
  
Bangun malam tak sepenuhnya kita harus terjaga sepanjang malam, tapi bisa di tengahnya atau sepertiganya, tergantung pada kemampuan dan kemauan. (QS Al-Muzzammil [73]: 2-4).

Bangun malam adalah ibadah yang dianjurkan Allah SWT tanpa adanya pemaksaan dan pembebanan kewajiban di dalamnya. Ia murni panggilan hati.
  
Rasulullah SAW memberikan teladan kepada kita untuk bisa bangun, bersujud, dan bermunajat kepada Allah SWT pada malam hari hingga tak terasa kedua lututnya membengkak. Melihat hal ini ‘Aisyah RA bertanya, “Wahai Rasulullah! Apakah kebiasaan ini tidak memberatkanmu, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lalu dan akan datang?” beliau menjawab, “Tidak pantaskah aku menjadi hamba-Nya yang bersyukur?
  
Akan tetapi, kebiasaan bangun malam tak serta-merta terbangun dalam hidup kita sehari-hari sehingga perlu adanya latihan dan niat yang kuat. Ia bisa begitu berat bagi sebagian orang bisa pula sangat ringan bagi sebagian yang lain, bahkan ada perasaan sedih apabila terlewati.
  
Adapun usaha yang dapat meringankan bangun malam, di antaranya tidak terlalu banyak makan. Dengan banyak makan tentu akan berimbang dengan banyak minum yang dapat menyebabkan kantuk berat dan sulit untuk bangun malam.

Usaha yang lain juga dengan meluangkan sedikit waktu untuk istirahat siang karena akan meregangkan otot dan pikiran yang kaku sehingga tidak terlalu capek pada malam hari. Namun, semua usaha itu akan sia-sia apabila tidak adanya niat dan pengetahuan tentang hikmah di balik bangun malam.
  
Allah SWT telah membentangkan hikmah bangun malam secara luas bagi kita yang mampu mendirikannya; bisa berupa rezeki (QS as-Sajadah [32]: 16); bisa ketenangan jiwa (QS al-Muzzammil [73]: 6); bisa pula martabat yang terpuji (QS al-Isra’ [17]: 79).
  
Rasulullah SAW juga memaparkan pentingnya bangun malam, “Dua rakaat yang didirikan seorang hamba di tengah malam pahalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya.” [HR Muhammad bin Maruzi).
Dan ia pula bersabda, “Tidaklah seorang hamba Muslim melewatkan waktu pada malam hari untuk memohon kebaikan kepada Allah, kecuali Dia pasti akan memberikan kebaikan itu kepadanya.” [HR Muslim].
  
Kenikmatan bangun malam tentu tak akan terasa bagi kita yang belum pernah mencicipinya. Ia tampak keras dan sukar saat pertama kali kita cicipi, namun akan ada rasa kecanduan apabila kita cicipi berulang-ulang kali. Wallahu a’lam.

Popular post

 
Support : Jasa Pembuatan Website | Toko Online | Web Bisnis
Copyright © 2011. Nurul Asri - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger