Latest Post

WIRID MUHASABAH

HISABLAH DIRIMU SEBELUM DIHISAB NANTI DAN TIMBANGLAH AMAL PERBUATANMU SEBELUM DITIMBANG (DI MAHKAMAH ILAHI)
  1. Sudahkah kita mengingat Allah  ketika bangun tidur ?
  2. Sudahkah kita shalat subuh di masjid hari ini ?
  3. Sudahkah kita membaca Adzkar (dzikir)  pada pagi hari ini ?
  4. Sudahkah kita memulai hari dengan meminta kepada Allah agar diberi rizki yang halal dan berhati-hati dalam mencarinya ?
  5. Sudahkah kita memohon sebanyak tiga kali kepada Allah agar memasukkan kita ke dalam surga ? Karena siapa yang memohon kepada Allah agar dimasukkan ke dalam surga maka surga berkata : "Ya Allah masukkan dia ke dalam surga.
  6. Sudahkah kita memohon perlindungan Allah dari siksa neraka sebanyak tiga kali ? Sebab neraka akan berkata : "Ya Allah selamatkan dia dari neraka.
  7. Sudahkah kita memelihara seluruh shalat kita dengan berjamaah di masjid pada waktunya ?
  8. Sudahkah pada hari ini kita melaksanakan shalat Rawatib dan Thatawwu (sunat)?
  9. Sudahkah kita disiplin membaca wirid setiap selesai adzan dan shalat ?
  10. Sudahkah pada hari ini kita khusyu' dalam shalat dengan menghayati apa yang kita baca ?
  11. Sudahkah kita bertakwa kepada Allah dalam menjalankan usaha, makan, minum dan berpakaian ?
  12. Sudahkah kita memuji Allah atas nikmat Islam ?
  13. Sudahkah kita memuji Allah atas nikmat pendengaran, penglihatan, hati dan segala nikmat lain ?
  14. Sudahkah kita memanfaatkan waktu-waktu istijabah (dikabulkannya doa) dan berdoa di dalamnya?
  15. Sudahkah kita membaca, mengaji, menghafal dan mengamalkan sesuatu isi Kitabullah?
  16. Sudahkah kita membaca, mengkaji, menghafalkan dan mengamalkan dari hadist Rasulullah SAW?
  17. Sudahkah pada hari ini kita belajar sesuatu dari kewajiban-kewajiban agama dan hadir di pengajian?
  18. Sudahkah anda pada hari ini menjaga pendengaran, penglihatan, dan seluruh tubuh dari perbuatan haram?
  19. sudahkah anda pada hari ini membaca Sholawat atas Nabi Muhammad SAW?
  20. Sudahkah anda pada hari ini menjenguk orang sakit?
  21. Sudahkah hari ini anda melayat jenazah (memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan)? 
  22. Sudahkah anda hari ini memerintahkan perbuatan ma’ruf dan melarang perbuatan mungkar
  23. Sudahkah anda memberi nasehat karena Allah? 
  24. Sudahkah anda menolong sesama Muslim? 
  25. Sudahkah anda mengetahui perjanjian dan menepatinya? 
  26. Sudahkah anda ikhlas karena Allah dalam setiap perbuatan baik dikala sepi ataupun ramai? 
  27. Sudahkah anda hidup sederhana dalam keadaan miskin maupun kaya? 
  28. Sudahkah anda menyambung tali silaturrahmi yang terputus? 
  29. Sudahkah anda berlaku adil, baik dalam keadaan marah atau senang? 
  30. Sudahkah anda memaafkan orang yang berbuat aniaya kepada diri anda dan memberi sesuatu kepada orang yang tidak pernah memberi kepada anda? 
  31. Sudahkah pada hari ini, diam adalah berfikir, ucapan anda adalah dzikir dan pendengaran anda adalah pelajaran? 
  32. Sudahkah anda mencintai dan membenci karena Allah? 
  33. Sudahkah anda berfikir untuk menjauhi teman yang jahat dan memilih teman yang baik? 
  34. Sudahkah anda berusaha keras untuk mencari kenalan dan saudara baru dijalan Allah?
  35. Sudahkah anda berupaya menghindari banyak tertawa? 
  36. Sudahkah anda hari ini menangis karena takut kepada Allah? 
  37. Sudahkah hari ini anda memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa anda? 
  38. Sudahkah anda berdo’a kepada Allah agar diteguhkan hari anda pada Dien-Nya? 
  39. Sudahkah hari ini anda berdoa untuk memintakan ampunan untuk orang-orang yang beriman? 
  40. Sudahkah hari ini anda tersenyum kepada sesama saudara muslim? 
  41. Sudahkah hari ini anda tersenyum kepada saudara Muslim? 
  42. Sudahkah anda meninggalkan amarah karena kepentingan diri sendiri dan berusaha tidak marah, kecuali karena Allah? 
  43. Sudahkah hati anda dibersihkan dari penyakit-penyakitnya? 
  44. Sudahkah lidah anda dibersihkan dari berbohong, mengumpat, mengadu domba, berbantahan dan berkata sia-sia? 
  45. Sudahkah anda membiasakan diri anda pada hal-hal yang baik, seperti santun, sabar, wara’, takwa, kasih-sayang, tawakkal dan ikhlas? 
  46. Sudahkah bila ditimpa musibah dan mengatakan Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji’un (sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadaNya pula kami akan kembali)? 
  47. Sudahkah anda berdoa hari ini “Allahumma inni a’udzubika an nusyrika bika syai’an na’lamuhu wa astaghfiruka lima laa a’lamuhu” (Ya Allah, Aku berlindung dengan-Mu dari menyekutukan-Mu yang aku tahu, dan aku memohon ampunan kepada-Mu dari yang tidak aku ketahui)? 
  48. Sudahkah anda memelihara sunnah Nabi, baik perkataan atau perbuatan? 
  49. Sudahkah anda mengingat mati, alam kubur, dan hari akhir dengan segala mara bahayanya? 
  50. Sudahkah anda berpuasa hari Senin dan Kamis serta puasa tiga hari pada setiap bulannya (yaumul bidh)? 
  51. Sudahkah anda mengulang dzikir-dzikir khusus, seperti keluar masuk masjid, keluar masuk rumah, kamar belakang, ketika makan dan mengenakan pakaian? 
  52. Sudahkah anda memenuhi kewajiban atas diri dan harta anda, hak kedua orang tua anda, hak istri anda, hak karib kerabat dan tetangga anda dan hak da’wah dijalan Allah? 
  53. Sudahkah anda melaksanakan amalan dimalam hari dan hari Jum’at seperti mandi, mengenakan pakaian yang paling bagus, mengenakan wangi-wangian, berusaha mendapatkan waktu-waktu istijabah, membaca surat Al Kahfi, memperbanyak shalawat Nabi, dll? 
  54. Ibnu Umar berkata: “Bila menjelang sore, janganlah kamu menanti pagi, dan jika menjelang pagi, janganlah kamu menanti sore. Gunakanlah sehatmu untuk sakitmu dan gunakanlah hidupmu untuk matimu. 
  55. Sudahkah anda menutup hari anda dengan taubatan nashuha, istighfar dengan khusyu’? 
Jadikanlah Muhasabah (Introspeksi) ini sebagai jadwal harian untuk meraih kebahagiaan hari ini dan yang akan datang.

Meraih Takwa Melalui Ibadah Qurban

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman.
Sebuah ayat yang menjadi pertanda disyari’atkannya ibadah qurban adalah firman Allah Ta’ala,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Di antara tafsiran ayat ini adalah “berqurbanlah pada hari raya Idul Adha (yaumun nahr)”. Tafsiran ini diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Tholhah dari Ibnu  ‘Abbas, juga menjadi pendapat ‘Atho’, Mujahid dan jumhur (mayoritas) ulama.[1]
Penyembelihan qurban ketika hari raya Idul Adha disebut dengan al udh-hiyah, sesuai dengan waktu pelaksanaan ibadah tersebut.[2] Sehingga makna al udh-hiyyah menurut istilah syar’i adalah hewan yang disembelih dalam rangka mendekatkan diri pada Allah Ta’ala, dilaksanakan pada hari an nahr (Idul Adha) dengan syarat-syarat tertentu.[3]
Dari definisi ini, maka yang tidak termasuk dalam al udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih bukan dalam rangka taqorrub pada Allah (seperti untuk dimakan, dijual, atau untuk menjamu tamu). Begitu pula yang tidak termasuk al udh-hiyyah adalah hewan yang disembelih di luar hari tasyriq walaupun dalam rangka taqarrub pada Allah. Begitu pula yang tidak termasuk al udh-hiyyah adalah hewan untuk aqiqah dan al hadyu yang disembelih di Mekkah.[4]
Catatan: Aqiqah adalah hewan yang disembelih dalam rangka mensyukuri nikmat kelahiran anak yang diberikan oleh Allah Ta’ala, baik anak laki-laki maupun perempuan. Sehingga aqiqah berbeda dengan al udh-hiyyah karena al udh-hiyyah dilaksanakan dalam rangka mensyukuri nikmat kehidupan, bukan syukur atas nikmat kelahiran si buah hati. Oleh karena itu, jika seorang anak dilahirkan ketika Idul Adha, lalu diadakan penyembelihan dalam rangka bersyukur atas nikmat kelahiran tersebut, maka sembelihan ini disebut dengan sembelihan aqiqah dan bukan al udh-hiyyah.[5]
Hikmah di Balik Menyembelih Qurban
Pertama: Bersyukur kepada Allah atas nikmat hayat (kehidupan) yang diberikan.
Kedua: Menghidupkan ajaran Nabi Ibrahim –khlilullah (kekasih Allah)- ‘alaihis salaam yang ketika itu Allah memerintahkan beliau untuk menyembelih anak tercintanya sebagai tebusan yaitu Ismail ‘alaihis salaam ketika hari an nahr (Idul Adha).
Ketiga: Agar setiap mukmin mengingat kesabaran Nabi Ibrahim dan Isma’il ‘alaihimas salaam, yang ini membuahkan ketaatan pada Allah dan kecintaan pada-Nya lebih dari diri sendiri dan anak. Pengorbanan seperti inilah yang menyebabkan lepasnya cobaan sehingga Isma’il pun berubah menjadi seekor domba. Jika setiap mukmin mengingat  kisah ini, seharusnya mereka mencontoh dalam bersabar ketika melakukan ketaatan pada Allah dan seharusnya mereka mendahulukan kecintaan Allah dari hawa nafsu dan syahwatnya.[6]
Keempat: Ibadah qurban lebih baik daripada bersedekah dengan uang yang semisal dengan hewan qurban.[7]
Raihlah Ikhlas dan Takwa dari Sembelihan Qurban
Menyembelih qurban adalah suatu ibadah yang mulia dan bentuk pendekatan diri pada Allah, bahkan seringkali ibadah qurban digandengkan dengan ibadah shalat. Allah Ta’ala berfirman,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berqurbanlah.” (QS. Al Kautsar: 2)
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: sesungguhnya shalatku, nusuk-ku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. Al An’am: 162). Di antara tafsiran an nusuk adalah sembelihan, sebagaimana pendapat Ibnu ‘Abbas, Sa’id bin Jubair, Mujahid dan Ibnu Qutaibah. Az Zajaj mengatakan bahwa bahwa makna an nusuk adalah segala sesuatu yang mendekatkan diri pada Allah ‘azza wa jalla, namun umumnya digunakan untuk sembelihan.[8]
Ketahuilah, yang ingin dicapai dari ibadah qurban adalah keikhlasan dan ketakwaan, dan bukan hanya daging atau darahnya. Allah Ta’ala berfirman,
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ
Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37)
Ingatlah, bukanlah yang dimaksudkan hanyalah menyembelih saja dan yang Allah harap bukanlah daging dan darah qurban tersebut karena Allah tidaklah butuh pada segala sesuatu dan dialah yang pantas diagung-agungkan. Yang Allah harapkan dari qurban tersebut adalah keikhlasan, ihtisab (selalu mengharap-harap pahala dari-Nya) dan niat yang sholih. Oleh karena itu, Allah katakan (yang artinya), “ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapai ridho-Nya”. Inilah yang seharusnya menjadi motivasi ketika seseorang berqurban yaitu ikhlas, bukan riya’ atau berbangga dengan harta yang dimiliki, dan bukan pula menjalankannya karena sudah jadi rutinitas tahunan.[9]
Menyembelih Qurban Wajib ataukah Sunnah?
Menyembelih qurban adalah sesuatu yang disyari’atkan berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dan Ijma’ (konsensus kaum muslimin).[10] Namun apakah menyembelih tersebut wajib ataukah sunnah? Di sini para ulama memiliki beda pendapat.
[Pendapat pertama] Diwajibkan bagi orang yang mampu
Yang berpendapat seperti ini adalah Abu Yusuf dalam salah satu pendapatnya, Rabi’ah, Al Laits bin Sa’ad, Al Awza’i, Ats Tsauri, dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya.
Di antara dalil mereka adalah firman Allah Ta’ala,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Dirikanlah shalat dan berkurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Hadits ini menggunakan kata perintah dan asal perintah adalah wajib. Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diwajibkan hal ini, maka begitu pula dengan umatnya.[11] Dan masih ada beberapa dalil lainnya.
[Pendapat kedua] Sunnah dan Tidak Wajib
Mayoritas ulama berpendapat bahwa menyembelih qurban adalah sunnah mu’akkad. Pendapat ini dianut oleh ulama Syafi’iyyah, ulama Hambali, pendapat yang paling kuat dari Imam Malik, dan salah satu pendapat dari Abu Yusuf (murid Abu Hanifah). Pendapat ini juga adalah pendapat Abu Bakr, ‘Umar bin Khottob, Bilal, Abu Mas’ud Al Badriy,  Suwaid bin Ghafalah, Sa’id bin Al Musayyab, ‘Atho’, ‘Alqomah, Al Aswad, Ishaq, Abu Tsaur dan Ibnul Mundzir.
Di antara dalil mayoritas ulama adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا رَأَيْتُمْ هِلاَلَ ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ وَأَظْفَارِهِ
Jika masuk bulan Dzulhijah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih qurban, maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya.”[12] Yang dimaksud di sini adalah dilarang memotong rambut dan kuku shohibul qurban itu sendiri.
Hadits ini mengatakan, “dan salah seorang dari kalian ingin”, hal ini dikaitkan dengan kemauan. Seandainya menyembelih qurban itu wajib, maka cukuplah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “maka hendaklah ia tidak memotong sedikitpun dari rambut dan kukunya”, tanpa disertai adanya kemauan.
Begitu pula alasan tidak wajibnya karena Abu Bakar dan ‘Umar tidak menyembelih selama setahun atau dua tahun karena khawatir jika dianggap wajib[13]. Mereka melakukan semacam ini karena mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak mewajibkannya. Ditambah lagi tidak ada satu pun sahabat yang menyelisihi pendapat mereka. [14]
Dari dua pendapat di  atas, kami lebih cenderung pada pendapat kedua (pendapat mayoritas ulama) yang menyatakan menyembelih qurban sunnah dan tidak wajib. Di antara alasannya adalah karena pendapat ini didukung oleh perbuatan Abu Bakr dan Umar yang pernah tidak berqurban. Seandainya tidak ada dalil dari hadits Nabi yang menguatkan salah satu pendapat di atas, maka cukup perbuatan mereka berdua sebagai hujjah yang kuat bahwa qurban tidaklah wajib namun sunnah (dianjurkan).
فَإِنْ يُطِيعُوا أَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ يَرْشُدُوا
Jika kalian mengikuti Abu Bakr dan Umar, pasti kalian akan mendapatkan petunjuk.[15]
Namun sudah sepantasnya seorang yang telah berkemampuan untuk menunaikan ibadah qurban ini agar ia terbebas dari tanggung jawab dan perselisihan yang ada. Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi mengatakan, “Janganlah meninggalkan ibadah qurban jika seseorang mampu untuk menunaikannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan, “Tinggalkanlah perkara yang meragukanmu kepada perkara yang tidak meragukanmu.” Selayaknya bagi mereka yang mampu agar tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu a’lam.”[16]
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah. Semoga Allah memudahkan kita untuk melakukan  ibadah yang mulia ini dan menerima setiap amalan sholih kita. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala amalan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal



Read more https://rumaysho.com/631-meraih-takwa-melalui-ibadah-qurban.html

Popular post

 
Support : Jasa Pembuatan Website | Toko Online | Web Bisnis
Copyright © 2011. Nurul Asri - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger