Dari berbagai kaum yang disebutkan dalam Al Quran, Tsamud adalah kaum
yang saat ini telah banyak diketahui keberadaannya. Sumber-sumber
sejarah mengungkapkan bahwa sekelompok orang yang disebut dengan kaum
Tsamud benar-benar pernah ada.
Penduduk Al Hijr yang disebutkan dalam Al Quran diperkirakan adalah
orang-orang yang sama dengan kaum Tsamud. Nama lain dari Tsamud adalah
Ashab Al Hijr (Penduduk Al Hijr). Jadi kata Tsamud merupakan nama kaum,
sementara kota Al Hijr adalah salah satu dari beberapa kota yang
dibangun oleh kaum tersebut.
Ahli geografi Yunani, Pliny sepakat dengan ini. Pliny menulis bahwa
Domatha dan Hegra adalah lokasi tempat kaum Tsamud berada, dan kota Al
Hegra inilah yang menjadi kota Al Hijr saat ini.
Sumber tertua yang diketahui berkaitan dengan kaum Tsamud adalah
tarikh kemenangan Raja Babilonia Sargon II (abad ke-8 SM) yang
mengalahkan kaum ini dalam sebuah pertempuran di Arabia Selatan. Bangsa
Yunani juga menyebut kaum ini sebagai Tamuda, yakni, Tsamudâ, dalam
tulisan Aristoteles, Ptolemeus, dan Pliny (hidup sebelum zaman Nabi
Muhammad SAW, sekitar tahun 400-600 M), mereka benar-benar punah.
Dalam Al Quran, kaum ˜Ad dan Tsamud selalu disebutkan bersama-an.
Lebih jauh lagi, ayat-ayat tersebut menasihati kaum Tsamud untuk
mengambil pelajaran dari penghancuran kaum ˜Ad. Ini menunjukkan bahwa
kaum Tsamud memiliki informasi detail tentang kaum ˜Ad.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shalih. Ia berkata; ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah ia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, maka kamu ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu peng-ganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ˜Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. (QS. Al A’raf : 73-74)
Sebagaimana dapat dipahami dari ayat ini, terdapat hubungan antara kaum ˜Ad dan kaum Tsamud, bahkan mungkin kaum ˜Ad pernah menjadi bagian dari sejarah dan budaya kaum Tsamud.
Nabi Shalih memerintahkan untuk mengingat kejadian kaum ˜Ad dan mengambil peringatan dari mereka.
Kaum ˜Ad ditunjukkan kepada contoh dari kaum Nabi Nuh yang per-nah hidup sebelum mereka. Sebagaimana kaum ˜Ad mempunyai kaitan penting untuk sejarah kaum Tsamud, kaum Nabi Nuh juga mempunyai kaitan penting untuk sejarah kaum ‘Ad. Kaum-kaum ini saling mengenal dan kemungkinan berasal dari garis keturunan yang sama.
Al Quran menceritakan tentang adanya hubungan antara kaum ˜Ad dan Tsamud. Kaum Tsamud diingatkan untuk mengingat kejadian kaum ˜Ad serta mengambil pelajaran dari penghancuran mereka. Meskipun secara geografis kaum ˜Ad dan Tsamud sangat berjauhan dan sepertinya tidak berhubungan, namun dalam ayat yang ditujukan kepada kaum Tsamud dikatakan untuk mengingat kaum ˜Ad.
Jawabannya muncul setelah penyelidikan singkat dari berbagai sumber, bahwa memang terdapat hubungan yang sangat kuat antara kaum Tsamud dan kaum ˜Ad. Kaum Tsamud mengenal kaum ˜Ad karena kedua kaum ini sepertinya berasal dari asal usul yang sama. Britannica Micropaedia menuliskan tentang orang-orang ini dalam sebuah tulisan berjudul Tsamud.
Di Arabia Kuno, suku atau kelompok suku tampaknya telah memiliki keunggulan sejak sekitar abad 4 SM sampai pertengahan awal abad 7 M. Meskipun kaum Tsamud mungkin berasal dari Arabia Selatan, sekelompok besar tampaknya pindah ke utara pada masa-masa awal, secara tradisional berdiam di lereng gunung (jabal) Athlab. Penelitian arkeologi terakhir mengungkapkan sejumlah besar tulisan dan gambar-gambar batu tentang kaum Tsamud, tidak hanya di Jabal Athlab, tetapi juga di seluruh Arabia Tengah.
Tulisan yang secara grafis mirip dengan abjad Smaitis (yang disebut Tsamudis) telah diketemukan mulai dari Arabia Selatan hingga ke Hijaz. Tulisan itu, yang pertama ditemukan di daerah Utara Yaman Tengah yang dikenal sebagai Tsamud, dibawa ke Utara dekat Rub ‘al Khali, ke selatan dekat Hadhramaut serta ke Barat dekat Shabwah.
Kaum ˜Ad adalah sekelompok orang yang hidup di Arabia Selatan. Ada kenyataan penting bahwa banyak peninggalan kaum Tsamud ditemukan di daerah tempat kaum ˜Ad pernah hidup, khususnya sekitar bangsa Hadhram (Yaman Selatan), anak cucu ˜Ad, mendirikan ibu kotanya. Keadaan ini menjelaskan hubungan kaum ˜Ad dan Tsamud yang disebutkan dalam Al Quran. Hubungan tersebut diterangkan dalam perkataan Nabi Shalih ketika mengatakan bahwa kaum Tsamud datang untuk menggantikan kaum ˜Ad.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shalih. Ia berkata; Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain-Nya…. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ˜Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi.” (QS. Al A’raf: 73-74)
Singkatnya, kaum Tsamud telah mendapat ganjaran atas pembang-kangan terhadap nabi mereka, dan dihancurkan. Bangunan-bangunan yang telah mereka bangun dan karya seni yang telah mereka buat tidak dapat melindungi mereka dari azab. Kaum Tsamud dihancurkan dengan azab yang mengerikan seperti halnya umat-umat lainnya yang meng-ingkari kebenaran, yang terdahulu maupun yang terkemudian.
Dari Al Quran diketahui bahwa kaum Tsamud adalah anak cucu dari kaum ˜Ad. Bersesuaian dengan ini, temuan-temuan arkeologis memper-lihatkan bahwa akar dari kaum Tsamud yang hidup di utara Semenanjung Arabia, berasal dari selatan Arabia di mana kaum ˜Ad pernah hidup.
Dua ribu tahun silam, kaum Tsamud telah mendirikan sebuah kerajaan bersama bangsa Arab yang lain, yaitu kaum Nabatea. Saat ini di Lembah Rum yang juga disebut dengan Lembah Petra di Yordania, dapat dilihat berbagai contoh terbaik karya pahat batu kaum ini. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, keunggulan kaum Tsamud adalah dalam pertukangan.
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu peng-ganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ˜Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Al A’raf : 74)
Inilah sebahagian jejak tinggalan kaum Tsamud di Madain Salleh (lebih kurang 400km utara Madinah, Arab Saudi). Pada zaman itu, Allah swt mengutuskan Nabi Shalih a.s untuk membimbing kaum Tsamud kepada Tauhid. Akan tetapi mereka ingkar dan mendapat balasan siksa (bala) dari Allah swt.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.”
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.”
“Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: “Tahukah kamu bahwa Saleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikannya”.
“Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu”.
“Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: “Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)”.
“Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.”
“Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat”.
Bak kata alim ulama dulu, Rasulullah SAW bersama para sahabat ra pernah melalui kawasan ini sewaktu menuju ke peperangan Tabuk. Baginda saw memberi tahu para sahabat ra agar segera bergerak meninggalkan Madain Salleh serta beristigfar. Nabi suruh para sahabat beredar dari tempat itu. Tapi zaman sekarang ni pula. Semenjak Madain Salleh diiktiraf oleh UNESCO pada Julai 2008, ada paket Umrah & Haji menawarkan lawatan ke sini tanpa menghiraukan larangan Nabi saw.
Berikut ialah catatan seorang pengembara yang pernah ke situ, dipetik dari sebuah blog (rujukan dibawah sekali).
Gunung-gunung batu tersebut dibentuk kaum Tsamud menjadi istana, rumah, dan kuburan para petinggi kaum. Pahatan ukiran dan ornamennya sangat halus dan indah, menakjubkan. Wilayah kekuasaan kaum Tsamud membentang hingga ke wilayah Petra (Yordania). Bedanya, Petra sudah dijadikan komoditi parawisata inti Yordania selain Laut Mati. Sedangkan Mada’en Shaleh masih menjadi perdebatan antara kepentingan dinas pariwisata Saudi yang mulai mengangkat Mada’en Shaleh sebagai komoditi pariwisata, dengan para ulama yang berpendapat bahwa tempat tersebut adalah situs peninggalan “kaum terlaknat,” sehingga umat Islam diharamkan untuk menziarahinya.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shalih. Ia berkata; ‘Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah ia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, maka kamu ditimpa siksaan yang pedih. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu peng-ganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ˜Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan. (QS. Al A’raf : 73-74)
Sebagaimana dapat dipahami dari ayat ini, terdapat hubungan antara kaum ˜Ad dan kaum Tsamud, bahkan mungkin kaum ˜Ad pernah menjadi bagian dari sejarah dan budaya kaum Tsamud.
Nabi Shalih memerintahkan untuk mengingat kejadian kaum ˜Ad dan mengambil peringatan dari mereka.
Kaum ˜Ad ditunjukkan kepada contoh dari kaum Nabi Nuh yang per-nah hidup sebelum mereka. Sebagaimana kaum ˜Ad mempunyai kaitan penting untuk sejarah kaum Tsamud, kaum Nabi Nuh juga mempunyai kaitan penting untuk sejarah kaum ‘Ad. Kaum-kaum ini saling mengenal dan kemungkinan berasal dari garis keturunan yang sama.
Al Quran menceritakan tentang adanya hubungan antara kaum ˜Ad dan Tsamud. Kaum Tsamud diingatkan untuk mengingat kejadian kaum ˜Ad serta mengambil pelajaran dari penghancuran mereka. Meskipun secara geografis kaum ˜Ad dan Tsamud sangat berjauhan dan sepertinya tidak berhubungan, namun dalam ayat yang ditujukan kepada kaum Tsamud dikatakan untuk mengingat kaum ˜Ad.
Jawabannya muncul setelah penyelidikan singkat dari berbagai sumber, bahwa memang terdapat hubungan yang sangat kuat antara kaum Tsamud dan kaum ˜Ad. Kaum Tsamud mengenal kaum ˜Ad karena kedua kaum ini sepertinya berasal dari asal usul yang sama. Britannica Micropaedia menuliskan tentang orang-orang ini dalam sebuah tulisan berjudul Tsamud.
Di Arabia Kuno, suku atau kelompok suku tampaknya telah memiliki keunggulan sejak sekitar abad 4 SM sampai pertengahan awal abad 7 M. Meskipun kaum Tsamud mungkin berasal dari Arabia Selatan, sekelompok besar tampaknya pindah ke utara pada masa-masa awal, secara tradisional berdiam di lereng gunung (jabal) Athlab. Penelitian arkeologi terakhir mengungkapkan sejumlah besar tulisan dan gambar-gambar batu tentang kaum Tsamud, tidak hanya di Jabal Athlab, tetapi juga di seluruh Arabia Tengah.
Tulisan yang secara grafis mirip dengan abjad Smaitis (yang disebut Tsamudis) telah diketemukan mulai dari Arabia Selatan hingga ke Hijaz. Tulisan itu, yang pertama ditemukan di daerah Utara Yaman Tengah yang dikenal sebagai Tsamud, dibawa ke Utara dekat Rub ‘al Khali, ke selatan dekat Hadhramaut serta ke Barat dekat Shabwah.
Kaum ˜Ad adalah sekelompok orang yang hidup di Arabia Selatan. Ada kenyataan penting bahwa banyak peninggalan kaum Tsamud ditemukan di daerah tempat kaum ˜Ad pernah hidup, khususnya sekitar bangsa Hadhram (Yaman Selatan), anak cucu ˜Ad, mendirikan ibu kotanya. Keadaan ini menjelaskan hubungan kaum ˜Ad dan Tsamud yang disebutkan dalam Al Quran. Hubungan tersebut diterangkan dalam perkataan Nabi Shalih ketika mengatakan bahwa kaum Tsamud datang untuk menggantikan kaum ˜Ad.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shalih. Ia berkata; Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tiada Tuhan bagimu selain-Nya…. Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ˜Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi.” (QS. Al A’raf: 73-74)
Singkatnya, kaum Tsamud telah mendapat ganjaran atas pembang-kangan terhadap nabi mereka, dan dihancurkan. Bangunan-bangunan yang telah mereka bangun dan karya seni yang telah mereka buat tidak dapat melindungi mereka dari azab. Kaum Tsamud dihancurkan dengan azab yang mengerikan seperti halnya umat-umat lainnya yang meng-ingkari kebenaran, yang terdahulu maupun yang terkemudian.
Dari Al Quran diketahui bahwa kaum Tsamud adalah anak cucu dari kaum ˜Ad. Bersesuaian dengan ini, temuan-temuan arkeologis memper-lihatkan bahwa akar dari kaum Tsamud yang hidup di utara Semenanjung Arabia, berasal dari selatan Arabia di mana kaum ˜Ad pernah hidup.
Dua ribu tahun silam, kaum Tsamud telah mendirikan sebuah kerajaan bersama bangsa Arab yang lain, yaitu kaum Nabatea. Saat ini di Lembah Rum yang juga disebut dengan Lembah Petra di Yordania, dapat dilihat berbagai contoh terbaik karya pahat batu kaum ini. Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, keunggulan kaum Tsamud adalah dalam pertukangan.
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu peng-ganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ˜Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah, maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.” (QS. Al A’raf : 74)
Inilah sebahagian jejak tinggalan kaum Tsamud di Madain Salleh (lebih kurang 400km utara Madinah, Arab Saudi). Pada zaman itu, Allah swt mengutuskan Nabi Shalih a.s untuk membimbing kaum Tsamud kepada Tauhid. Akan tetapi mereka ingkar dan mendapat balasan siksa (bala) dari Allah swt.
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka, Saleh. Ia berkata. “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya telah datang bukti yang nyata kepadamu dari Tuhanmu. Unta betina Allah ini menjadi tanda bagimu, maka biarkanlah dia makan di bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya, dengan gangguan apa pun, (yang karenanya) kamu akan ditimpa siksaan yang pedih.”
“Dan ingatlah olehmu di waktu Tuhan menjadikan kamu pengganti-pengganti (yang berkuasa) sesudah kaum ‘Aad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah; maka ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu merajalela di muka bumi membuat kerusakan.”
“Pemuka-pemuka yang menyombongkan diri di antara kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman di antara mereka: “Tahukah kamu bahwa Saleh di utus (menjadi rasul) oleh Tuhannya?”. Mereka menjawab: “Sesungguhnya kami beriman kepada wahyu, yang Saleh diutus untuk menyampaikannya”.
“Orang-orang yang menyombongkan diri berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang yang tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu”.
“Kemudian mereka sembelih unta betina itu, dan mereka berlaku angkuh terhadap perintah Tuhan. Dan mereka berkata: “Hai Saleh, datangkanlah apa yang kamu ancamkan itu kepada kami, jika (betul) kamu termasuk orang-orang yang diutus (Allah)”.
“Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayit-mayit yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.”
“Maka Saleh meninggalkan mereka seraya berkata: “Hai kaumku sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat”.
Bak kata alim ulama dulu, Rasulullah SAW bersama para sahabat ra pernah melalui kawasan ini sewaktu menuju ke peperangan Tabuk. Baginda saw memberi tahu para sahabat ra agar segera bergerak meninggalkan Madain Salleh serta beristigfar. Nabi suruh para sahabat beredar dari tempat itu. Tapi zaman sekarang ni pula. Semenjak Madain Salleh diiktiraf oleh UNESCO pada Julai 2008, ada paket Umrah & Haji menawarkan lawatan ke sini tanpa menghiraukan larangan Nabi saw.
Berikut ialah catatan seorang pengembara yang pernah ke situ, dipetik dari sebuah blog (rujukan dibawah sekali).
Gunung-gunung batu tersebut dibentuk kaum Tsamud menjadi istana, rumah, dan kuburan para petinggi kaum. Pahatan ukiran dan ornamennya sangat halus dan indah, menakjubkan. Wilayah kekuasaan kaum Tsamud membentang hingga ke wilayah Petra (Yordania). Bedanya, Petra sudah dijadikan komoditi parawisata inti Yordania selain Laut Mati. Sedangkan Mada’en Shaleh masih menjadi perdebatan antara kepentingan dinas pariwisata Saudi yang mulai mengangkat Mada’en Shaleh sebagai komoditi pariwisata, dengan para ulama yang berpendapat bahwa tempat tersebut adalah situs peninggalan “kaum terlaknat,” sehingga umat Islam diharamkan untuk menziarahinya.
Dikisahkan dalam Al-Qur’an, pada zamannya, kaum Tsamud memiliki
keahlian arsitektur luar biasa. Nabi Shaleh, nabi kelima dari 25 nabi
dan rasul yang tertulis, diutus Allah SWT, mengajak mereka untuk
bertauhid. Namun, kaum Tsamud tidak menerima Nabi Shaleh begitu saja.
Mereka minta ditunjukkan satu mukjizat sebagai bukti bahwa Shaleh adalah
utusan Allah. Tak Cuma itu. Di luar batas kewajaran manusia, mereka
minta seekor unta betina keluar dari celah bebatuan. Nabi Shaleh pun
berdoa meminta kepada Yang Maha Kuasa. Doanya dikabulkan, dan keluarlah
seekor unta betina dari celah bebatuan. Ia lalu berpesan kepada umatnya,
jangan sampai menyakiti unta tersebut, apalagi membunuhnya. Azab Allah
akan menyapu bersih, kalau sampai unta tersebut dibunuh. Kaum Tsamud
akhirnya sepakat menjadi umat Nabi Shaleh.
Seiring perjalanan waktu, salah seorang umatnya kemudian mengingkari
dan nekad membunuh unta tersebut. Menurut riwayat, konon sang pembunuh
adalah utusan bersama para petinggi kaum yang diiming-imingi hadiah
seorang wanita cantik. Nabi Shaleh marah luar biasa. Ia tahu, azab Allah
tidak lama lagi akan datang dan membumi hanguskan kaumnya. Karena,
“mukjizat unta” hanyalah simbol kepatuhan kaum Tsamud kepada Allah.
Setelah kejadian tersebut, kaum Tsamud masih menantang Nabi Shaleh, karena ternyata azab tidak kunjung datang melanda mereka. Maka, tidak lama berselang, murka Allah pun datang. Angin puting beliung dengan suhu udara yang sangat dingin menyelimuti hari-hari kaum Tsamud, diiringi gempa dahsyat. Akhirnya, kaum Tsamud tenggelam ditelan bumi. Yang tertinggal hanya beberapa rumah dan istana gunung batu sebagai hasil karya besar mereka.
Berjalan 2 km ke arah timur, terdapat peninggalan stasiun kereta api kuno tatkala kawasan Arab Hijaz berada di bawah kekuasaan Dinasti Ustmaniah Ottoman. Bangunanannya nampak masih terawat apik dan megah. Lokomotif tanpa mesin dan dua buah rangka gerbong, teronggok rapi di jalur rel dalam stasiun. Tidak salah pemerintahan Ustmaniah membangun stasiun di lokasi tersebut. Selain sebagai tempat transit, penumpang kereta dimanjakan dengan pemandangan hamparan Mada’en Shaleh yang terlihat jelas dari stasiun.
Kini, situs ribuan tahun itu masih bisa dinikmati peziarah yang datang untuk sekadar berwisata atau para arkeolog dengan tujuan penelitian. Departemen Pariwisata Saudi gencar memromosikan Mada’en Shaleh sebagai objek wisata sejarah selain Dir’iyah, situs kota tua Raja Abdul Aziz, pendiri kerajaan Saudi Arabia.
Setelah kejadian tersebut, kaum Tsamud masih menantang Nabi Shaleh, karena ternyata azab tidak kunjung datang melanda mereka. Maka, tidak lama berselang, murka Allah pun datang. Angin puting beliung dengan suhu udara yang sangat dingin menyelimuti hari-hari kaum Tsamud, diiringi gempa dahsyat. Akhirnya, kaum Tsamud tenggelam ditelan bumi. Yang tertinggal hanya beberapa rumah dan istana gunung batu sebagai hasil karya besar mereka.
Berjalan 2 km ke arah timur, terdapat peninggalan stasiun kereta api kuno tatkala kawasan Arab Hijaz berada di bawah kekuasaan Dinasti Ustmaniah Ottoman. Bangunanannya nampak masih terawat apik dan megah. Lokomotif tanpa mesin dan dua buah rangka gerbong, teronggok rapi di jalur rel dalam stasiun. Tidak salah pemerintahan Ustmaniah membangun stasiun di lokasi tersebut. Selain sebagai tempat transit, penumpang kereta dimanjakan dengan pemandangan hamparan Mada’en Shaleh yang terlihat jelas dari stasiun.
Kini, situs ribuan tahun itu masih bisa dinikmati peziarah yang datang untuk sekadar berwisata atau para arkeolog dengan tujuan penelitian. Departemen Pariwisata Saudi gencar memromosikan Mada’en Shaleh sebagai objek wisata sejarah selain Dir’iyah, situs kota tua Raja Abdul Aziz, pendiri kerajaan Saudi Arabia.
Posting Komentar