Latest Post

Makna Sabar

Dari Suhaib ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu'min: Yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya." (HR. Muslim)

Sekilas Tentang Hadits

Hadits ini merupakan hadits shahih dengan sanad sebagaimana di atas, melalui jalur Tsabit dari Abdurrahman bin Abi Laila, dari Suhaib dari Rasulullah SAW, diriwayatkan oleh :
- Imam Muslim dalam Shahihnya, Kitab Al-Zuhud wa Al-Raqa’iq, Bab Al-Mu’min Amruhu Kulluhu Khair, hadits no 2999.
- Imam Ahmad bin Hambal dalam empat tempat dalam Musnadnya, yaitu hadits no 18455, 18360, 23406 & 23412.
- Diriwayatkan juga oleh Imam al-Darimi, dalam Sunannya, Kitab Al-Riqaq, Bab Al-Mu’min Yu’jaru Fi Kulli Syai’, hadits no 2777.

Makna Hadits Secara Umum

Hadits singkat ini memiliki makna yang luas sekaligus memberikan definisi mengenai sifat dan karakter orang yang beriman. Setiap orang yang beriman digambarkan oleh Rasulullah SAW sebagai orang yang memiliki pesona, yang digambarkan dengan istilah ‘ajaban’ ( عجبا ). Karena sifat dan karakter ini akan mempesona siapa saja.

Kemudian Rasulullah SAW menggambarkan bahwa pesona tersebut berpangkal dari adanya positif thinking setiap mu’min. Dimana ia memandang segala persoalannya dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut nagatifnya.

Sebagai contoh, ketika ia mendapatkan kebaikan, kebahagian, rasa bahagia, kesenangan dan lain sebagainya, ia akan refleksikan dalam bentuk penysukuran terhadap Allah SWT. Karena ia tahu dan faham bahwa hal tersebut merupakan anugerah Allah yang diberikan kepada dirinya. Dan tidaklah Allah memberikan sesuatu kepadanya melainkan pasti sesuatu tersebut adalah positif baginya.

Sebaliknya, jika ia mendapatkan suatu musibah, bencana, rasa duka, sedih, kemalangan dan hal-hal negatif lainnya, ia akan bersabar. Karena ia meyakini bahwa hal tersebut merupakan pemberian sekaligus cobaan bagi dirinya yang pasti memiliki rahasia kebaikan di dalamnya. Sehingga refleksinya adalah dengan bersabar dan mengembalikan semuanya kepada Allah SWT.

Urgensi Kesabaran

Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran merupakan setengahnya keimanan. Sabar memiliki kaitan yang tidak mungkin dipisahkan dari keimanan: Kaitan antara sabar dengan iman, adalah seperti kepala dengan jasadnya. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad yang tidak memiliki kepala. Oleh karena itulah Rasulullah SAW menggambarkan tentang ciri dan keutamaan orang yang beriman sebagaimana hadits di atas.

Namun kesabaran adalah bukan semata-mata memiliki pengertian "nrimo", ketidak mampuan dan identik dengan ketertindasan. Sabar sesungguhnya memiliki dimensi yang lebih pada pengalahan hawa nafsu yang terdapat dalam jiwa insan. Dalam berjihad, sabar diimplementasikan dengan melawan hawa nafsu yang menginginkan agar dirinya duduk dengan santai dan tenang di rumah. Justru ketika ia berdiam diri itulah, sesungguhnya ia belum dapat bersabar melawan tantangan dan memenuhi panggilan ilahi.

Sabar juga memiliki dimensi untuk merubah sebuah kondisi, baik yang bersifat pribadi maupun sosial, menuju perbaikan agar lebih baik dan baik lagi. Bahkan seseorang dikatakan dapat diakatakan tidak sabar, jika ia menerima kondisi buruk, pasrah dan menyerah begitu saja. Sabar dalam ibadah diimplementasikan dalam bentuk melawan dan memaksa diri untuk bangkit dari tempat tidur, kemudian berwudhu lalu berjalan menuju masjid dan malaksanakan shalat secara berjamaah. Sehingga sabar tidak tepat jika hanya diartikan dengan sebuah sifat pasif, namun ia memiliki nilai keseimbangan antara sifat aktif dengan sifat pasif.

Makna Sabar

Sabar merupakan sebuah istilah yang berasal dari bahasa Arab, dan sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Asal katanya adalah "Shobaro", yang membentuk infinitif (masdar) menjadi "shabran". Dari segi bahasa, sabar berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah dalam Al-Qur'an:

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahfi/ 18 : 28)

Perintah untuk bersabar pada ayat di atas, adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas orang-orang yang menyeru Rab nya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin bersama dengan orang-orang yang lalai dari mengingat Allah SWT.

Sedangkan dari segi istilahnya, sabar adalah:
Menahan diri dari sifat kegeundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.

Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Hal senada juga dikemukakan oleh Imam al-Khowas, bahwa sabar adalah refleksi keteguhan untuk merealisasikan al-Qur'an dan sunnah. Sehingga sesungguhnya sabar tidak identik dengan kepasrahan dan ketidak mampuan. Justru orang yang seperti ini memiliki indikasi adanya ketidak sabaran untuk merubah kondisi yang ada, ketidak sabaran untuk berusaha, ketidak sabaran untuk berjuang dan lain sebagainya.

Rasulullah SAW memerintahkan umatnya untuk sabar ketika berjihad. Padahal jihad adalah memerangi musuh-musuh Allah, yang klimaksnya adalah menggunakan senjata (perang). Artinya untuk berbuat seperti itu perlu kesabaran untuk mengeyampingkan keiinginan jiwanya yang menginginkan rasa santai, bermalas-malasan dan lain sebagainya. Sabar dalam jihad juga berarti keteguhan untuk menghadapi musuh, serta tidak lari dari medan peperangan. Orang yang lari dari medan peperangan karena takut, adalah salah satu indikasi tidak sabar.

Sabar Sebagaimana Digambarkan Dalam Al-Qur'an

Dalam al-Qur'an banyak sekali ayat-ayat yang berbicara mengenai kesabaran. Jika ditelusuri secara keseluruhan, terdapat 103 kali disebut dalam al-Qur'an, kata-kata yang menggunakan kata dasar sabar; baik berbentuk isim maupun fi'ilnya. Hal ini menunjukkan betapa kesabaran menjadi perhatian Allah SWT, yang Allah tekankan kepada hamba-hamba-Nya. Dari ayat-ayat yang ada, para ulama mengklasifikasikan sabar dalam al-Qur'an menjadi beberapa macam;

1. Sabar merupakan perintah Allah SWT. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam QS.2: 153: "Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar."

Ayat-ayat lainnya yang serupa mengenai perintah untuk bersabar sangat banyak terdapat dalam Al-Qur'an. Diantaranya adalah dalam QS.3: 200, 16: 127, 8: 46, 10:109, 11: 115 dsb.

2. Larangan isti'ja l(tergesa-gesa/ tidak sabar), sebagaimana yang Allah firmankan (QS. Al-Ahqaf/ 46: 35): "Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka…"

3. Pujian Allah bagi orang-orang yang sabar, sebagaimana yang terdapat dalam QS. 2: 177: "…dan orang-orang yang bersabar dalam kesulitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa."


4. Allah SWT akan mencintai orang-orang yang sabar. Dalam surat Ali Imran (3: 146) Allah SWT berfirman : "Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar."

5. Kebersamaan Allah dengan orang-orang yang sabar. Artinya Allah SWT senantiasa akan menyertai hamba-hamba-Nya yang sabar. Allah berfirman (QS. 8: 46) ; "Dan bersabarlah kamu, karena sesungguhnya Allah itu beserta orang-orang yang sabar."

6. Mendapatkan pahala surga dari Allah. Allah mengatakan dalam al-Qur'an (13: 23 - 24); "(yaitu) surga `Adn yang mereka masuk ke dalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang saleh dari bapak-bapaknya, isteri-isterinya dan anak cucunya, sedang malaikat-malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; (sambil mengucapkan): "Salamun `alaikum bima shabartum" (keselamatan bagi kalian, atas kesabaran yang kalian lakukan). Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu."

Inilah diantara gambaran Al-Qur'an mengenai kesabaran. Gembaran-gambaran lain mengenai hal yang sama, masih sangat banyak, dan dapat kita temukan pada buku-buku yang secara khusus membahas mengenai kesabaran.

Kesabaran Sebagaimana Digambarkan Dalam Hadits.

Sebagaimana dalam al-Qur'an, dalam hadits juga banyak sekali sabda-sabda Rasulullah SAW yang menggambarkan mengenai kesabaran. Dalam kitab Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi mencantumkan 29 hadits yang bertemakan sabar. Secara garis besar, hadits-hadits tersebut menggambarkan kesabaran sebagai berikut;
1. Kesabaran merupakan "dhiya' " (cahaya yang amat terang). Karena dengan kesabaran inilah, seseorang akan mampu menyingkap kegelapan. Rasulullah SAW mengungkapkan, "…dan kesabaran merupakan cahaya yang terang…" (HR. Muslim)

2. Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah SAW pernah menggambarkan: "…barang siapa yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang yang sabar…" (HR. Bukhari)

3. Kesabaran merupakan anugrah Allah yang paling baik. Rasulullah SAW mengatakan, "…dan tidaklah seseorang itu diberi sesuatu yang lebih baik dan lebih lapang daripada kesabaran." (Muttafaqun Alaih)

4. Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri orang mu'min, sebagaimana hadits yang terdapat pada muqadimah; "Sungguh menakjubkan perkara orang yang beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut adalah baik baginya." (HR. Muslim)

5. Seseorang yang sabar akan mendapatkan pahala surga. Dalam sebuah hadits digambarkan; Dari Anas bin Malik ra berkata, bahwa aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya Allah berfirman, "Apabila Aku menguji hamba-Ku dengan kedua matanya, kemudian diabersabar, maka aku gantikan surga baginya." (HR. Bukhari)

6. Sabar merupakan sifat para nabi. Ibnu Mas'ud dalam sebuah riwayat pernah mengatakan: Dari Abdullan bin Mas'ud berkata"Seakan-akan aku memandang Rasulullah SAW menceritakan salah seorang nabi, yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah, kemudia ia mengusap darah dari wajahnya seraya berkata, 'Ya Allah ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari)

7. Kesabaran merupakan ciri orang yang kuat. Rasulullah SAW pernah menggambarkan dalam sebuah hadits; Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang kuat bukanlah yang pandai bergulat, namun orang yang kuat adalah orang yang memiliki jiwanya ketika marah." (HR. Bukhari)


8. Kesabaran dapat menghapuskan dosa. Rasulullah SAW menggambarkan dalam sebuah haditsnya; Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullan SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim mendapatkan kelelahan, sakit, kecemasan, kesedihan, mara bahaya dan juga kesusahan, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan dosa-dosanya dengan hal tersebut." (HR. Bukhari & Muslim)

9. Kesabaran merupakan suatu keharusan, dimana seseorang tidak boleh putus asa hingga ia menginginkan kematian. Sekiranya memang sudah sangat terpaksa hendaklah ia berdoa kepada Allah, agar Allah memberikan hal yang terbaik baginya; apakah kehidupan atau kematian. Rasulullah SAW mengatakan; Dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah salah seorang diantara kalian mengangan-angankan datangnya kematian karena musibah yang menimpanya. Dan sekiranya ia memang harus mengharapkannya, hendaklah ia berdoa, 'Ya Allah, teruskanlah hidupku ini sekiranya hidup itu lebih baik unttukku. Dan wafatkanlah aku, sekiranya itu lebih baik bagiku." (HR. Bukhari Muslim)

Bentuk-Bentuk Kesabaran

Para ulama membagi kesabaran menjadi tiga hal; sabar dalam ketaatan kepada Allah, sabar untuk meninggalkan kemaksiatan dan sabar menghadapi ujian dari Allah:

1. Sabar dalam ketaatan kepada Allah. Merealisasikan ketaatan kepada Allah, membutuhkan kesabaran, karena secara tabiatnya, jiwa manusia enggan untuk beribadah dan berbuat ketaatan. Ditinjau dari penyebabnya, terdapat tiga hal yang menyebabkan insan sulit untuk sabar. Pertama karena malas, seperti dalam melakukan ibadah shalat. Kedua karena bakhil (kikir), seperti menunaikan zakat dan infaq. Ketiga karena keduanya, (malas dan kikir), seperti haji dan jihad.

Kemudian untuk dapat merealisasikan kesabaran dalam ketaatan kepada Allah diperlukan beberapa hal,
(1) Dalam kondisi sebelum melakukan ibadah berupa memperbaiki niat, yaitu kikhlasan. Ikhlas merupakan kesabaran menghadapi duri-duri riya'.
(2) Kondisi ketika melaksanakan ibadah, agar jangan sampai melupakan Allah di tengah melaksanakan ibadah tersebut, tidak malas dalam merealisasikan adab dan sunah-sunahnya.
(3) Kondisi ketika telah selesai melaksanakan ibadah, yaitu untuk tidak membicarakan ibadah yang telah dilakukannya supaya diketahui atau dipuji orang lain.

2. Sabar dalam meninggalkan kemaksiatan. Meninggalkan kemaksiatan juga membutuhkan kesabaran yang besar, terutama pada kemaksiatan yang sangat mudah untuk dilakukan, seperti ghibah (baca; ngerumpi), dusta, memandang sesuatu yang haram dsb. Karena kecendrungan jiwa insan, suka pada hal-hal yang buruk dan "menyenangkan". Dan perbuatan maksiat identik dengan hal-hal yang "menyenangkan".

3. Sabar dalam menghadapi ujian dan cobaan dari Allah, seperti mendapatkan musibah, baik yang bersifat materi ataupun inmateri; misalnya kehilangan harta, kehilangan orang yang dicintai dsb.

Aspek-Aspek Kesabaran sebagaimana yang Digambarkan dalam Hadits

Dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, terdapat beberapa hadits yang secara spesifik menggambarkan aspek-aspek ataupun kondisi-kondisi seseroang diharuskan untuk bersabar. Meskipun aspek-aspek tersebut bukan merupakan ‘pembatasan’ pada bidang-bidang kesabaran, melainkan hanya sebagai contoh dan penekanan yang memiliki nilai motivasi untuk lebih bersabar dalam menghadapi berbagai permasalahan lainnya. Diantara kondisi-kondisi yang ditekankan agar kita bersabar adalah :

1. Sabar terhadap musibah.

Sabar terhadap musibah merupakan aspek kesabaran yang paling sering dinasehatkan banyak orang. Karena sabar dalam aspek ini merupakan bentuk sabar yang Dalam sebuah hadits diriwayatkan, :
Dari Anas bin Malik ra, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW melewati seorang wanita yang sedang menangis di dekat sebuah kuburan. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, ‘Bertakwalah kepada Allah, dan bersabarlah.’ Wanita tersebut menjawab, ‘Menjauhlah dariku, karena sesungguhnya engkau tidak mengetahui dan tidak bisa merasakan musibah yang menimpaku.’ Kemudian diberitahukan kepada wanita tersebut, bahwa orang yang menegurnya tadi adalah Rasulullah SAW. Lalu ia mendatangi pintu Rasulullah SAW dan ia tidak mendapatkan penjaganya. Kemudian ia berkata kepada Rasulullah SAW, ‘(maaf) aku tadi tidak mengetahui engkau wahai Rasulullah SAW.’ Rasulullah bersabda, ‘Sesungguhnya sabar itu terdapat pada hentakan pertama.’ (HR. Bukhari Muslim)

2. Sabar ketika menghadapi musuh (dalam berjihad).
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah bersabda : Dari Abu Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Janganlah kalian berangan-angan untuk menghadapi musuh. Namun jika kalian sudah menghadapinya maka bersabarlah (untuk menghadapinya).” HR. Muslim.

3. Sabar berjamaah, terhadap amir yang tidak disukai.
Dalam sebuah riwayat digambarkan; Dari Ibnu Abbas ra beliau meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang siapa yang melihat pada amir (pemimpinnya) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah ia bersabar. Karena siapa yang memisahkan diri dari jamaah satu jengkal, kemudian ia mati. Maka ia mati dalam kondisi kematian jahiliyah. (HR. Muslim)

4. Sabar terhadap jabatan & kedudukan.
Dalam sebuah riwayat digambarkan : Dari Usaid bin Hudhair bahwa seseorang dari kaum Anshar berkata kepada Rasulullah SAW; ‘Wahai Rasulullah, engkau mengangkat (memberi kedudukan) si Fulan, namun tidak mengangkat (memberi kedudukan kepadaku). Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya kalian akan melihat setelahku ‘atsaratan’ (yaitu setiap orang menganggap lebih baik dari yang lainnya), maka bersabarlah kalian hingga kalian menemuiku pada telagaku (kelak). (HR. Turmudzi).

5. Sabar dalam kehidupan sosial dan interaksi dengan masyarakat.
Dalam sebuah hadits diriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda, ‘Seorang muslim apabila ia berinteraksi dengan masyarakat serta bersabar terhadap dampak negatif mereka adalah lebih baik dari pada seorang muslim yang tidak berinteraksi dengan masyarakat serta tidak bersabar atas kenegatifan mereka. (HR. Turmudzi)

6. Sabar dalam kerasnya kehidupan dan himpitan ekonomi
Dalam sebuah riwayat digambarkan; ‘Dari Abdullah bin Umar ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Barang siapa yang bersabar atas kesulitan dan himpitan kehidupannya, maka aku akan menjadi saksi atau pemberi syafaat baginya pada hari kiamat. (HR. Turmudzi).


Kiat-kiat Untuk Meningkatkan Kesabaran

Ketidaksabaran (baca; isti'jal) merupakan salah satu penyakit hati, yang seyogyanya diantisipasi dan diterapi sejak dini. Karena hal ini memilki dampak negatif dari amalan yang dilakukan seorang insan. Seperti hasil yang tidak maksimal, terjerumus kedalam kemaksiatan, enggan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah dsb. Oleh karena itulah, diperlukan beberapa kiat, guna meningkatkan kesabaran. Diantara kiat-kiat tersebut adalah;

1. Mengkikhlaskan niat kepada Allah SWT, bahwa ia semata-mata berbuat hanya untuk-Nya. Dengan adanya niatan seperti ini, akan sangat menunjang munculnya kesabaran kepada Allah SWT.

2. Memperbanyak tilawah (baca; membaca) al-Qur'an, baik pada pagi, siang, sore ataupun malam hari. Akan lebih optimal lagi manakala bacaan tersebut disertai perenungan dan pentadaburan makna-makna yang dikandungnya. Karena al-Qur'an merupakan obat bagi hati insan. Masuk dalam kategori ini juga dzikir kepada Allah.

3. Memperbanyak puasa sunnah. Karena puasa merupakan hal yang dapat mengurangi hawa nafsu terutama yang bersifat syahwati dengan lawan jenisnya. Puasa juga merupakan ibadah yang memang secara khusus dapat melatih kesabaran.

4. Mujahadatun Nafs, yaitu sebuah usaha yang dilakukan insan untuk berusaha secara giat dan maksimal guna mengalahkan keinginan-keinginan jiwa yang cenderung suka pada hal-hal negatif, seperti malas, marah, kikir, dsb.

5. Mengingat-ingat kembali tujuan hidup di dunia. Karena hal ini akan memacu insan untuk beramal secara sempurna. Sedangkan ketidaksabaran (isti'jal), memiliki prosentase yang cukup besar untuk menjadikan amalan seseorang tidak optimal. Apalagi jika merenungkan bahwa sesungguhnya Allah akan melihat "amalan" seseorang yang dilakukannya, dan bukan melihat pada hasilnya. (Lihat QS. 9 : 105)
6. Perlu mengadakan latihan-latihan untuk sabar secara pribadi. Seperti ketika sedang sendiri dalam rumah, hendaklah dilatih untuk beramal ibadah dari pada menyaksikan televisi misalnya. Kemudian melatih diri untuk menyisihkan sebagian rezeki untuk infaq fi sabilillah, dsb.

7. Membaca-baca kisah-kisah kesabaran para sahabat, tabi'in maupun tokoh-tokoh Islam lainnya. Karena hal ini juga akan menanamkan keteladanan yang patut dicontoh dalam kehidupan nyata di dunia.

Penutup

Inilah sekelumit sketsa mengenai kesabaran. Pada intinya, bahwa sabar mereupakan salah satu sifat dan karakter orang mu'min, yang sesungguhnya sifat ini dapat dimiliki oleh setiap insan. Karena pada dasarnya manusia memiliki potensi untuk mengembangkan sikap sabar ini dalam hidupnya.

Sabar tidak identik dengan kepasrahan dan menyerah pada kondisi yang ada, atau identik dengan keterdzoliman. Justru sabar adalah sebuah sikap aktif, untuk merubah kondisi yang ada, sehingga dapat menjadi lebih baik dan baik lagi. Oleh karena itulah, marilah secara bersama kita berusaha untuk menggapai sikap ini. Insya Allah, Allah akan memberikan jalan bagi hamba-hamba-Nya yang berusaha di jalan-Nya.


Wallahu A'lam
By. Rikza Maulan, Lc. M.Ag.

Idul Adha 2011

Di hari Idul Adha tibalah waktunya merayakan Semangat kita dalam berkurban Untai harapan untuk ampunan Dan juga keteguhan dalam beriman Takbir berkumandang Mengagungkan kebesaran Allah Selamat hari raya Idul Adha 201











Bekas Sujud


Diriwayatkan dari Rabi'ah bin Ka'b bahwa ia berkata, "Aku menginap bersama Nabi SAW dan membantu beliau untuk menyiapkan air wudhunya dan kebutuhan lainnya." Kemudian, Rasulullah bersabda, "Mintalah sesuatu kepadaku." Aku menjawab, "Aku mohon agar bisa menemanimu di surga." Beliau menjawab, "Bukan lainnya?" Aku berkata, "Hanya itu saja. Lalu, Nabi SAW bersabda, "Bantulah aku untuk dirimu dengan memperbanyak sujud." (HR Ahmad, Muslim, An Nasai, dan Abu Daud).

Hadis ini menganjurkan kita untuk memperbanyak sujud, ruku, dan mendirikan shalat wajib ditambah dengan tathawwu' (shalat sunat) bila kita ingin masuk surga.

Sujud merupakan ibadah istimewa dalam Islam, karena merupakan salah satu rukun shalat dengan cara meletakkan tujuh anggota badan di atas tanah (muka, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung kaki). Posisi demikian mencerminkan sikap merendah di hadapan keagungan Ilahi. Allah menegaskan, "Sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan)." (QS Al-'Alaq: 19).

Sujud akan menanamkan ketawadhuan dalam diri kepada sesama manusia dan memancarkan sinar keimanan dan kelembutan melalui wajahnya. Inilah bekas sujud yang diharapkan sebagai amalan penolong masuk surga.

Mi'dan bin Abi Tholhah berkata, "Aku bertemu Tsauban, budak Rasulullah SAW." Lalu, dia bertanya, "Beritahukan kepadaku amalan yang bila aku lakukan maka Allah akan memasukkanku dengannya ke dalam surga." Tsauban diam. Lalu, aku tanya lagi, tapi dia masih diam dan aku tanyakan yang ketiga maka ia menjawab, "Aku telah menanyakan hal itu kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Kamu harus memperbanyak sujud karena sesungguhnya tidaklah kamu sujud sekali kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan menghapuskan dengannya satu dosa." (HR Muslim, Turmudzi, dan an-Nasa'i).

Kita dianjurkan untuk memperpanjang sujud bila shalat munfaridah (sendiri) karena Rasulullah menyindir orang-orang yang sujudnya cepat, dengan ungkapan bahwa mereka mematuk seperti ayam jago mematuk butiran makanan.

Sujud yang serius akan meninggalkan bekas di wajah orang Mukmin. "Kamu lihat mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud." (QS Al-Fath 29).

Bekas sujud inilah yang akan ditampakkan setiap Muslim via wajahnya. Di antara bekas sujud yang terpancar di setiap muka Muslim adalah ketundukan kepada keagungan Allah, ketawadhuan terhadap sesama insan, kelembutan, senyuman, menundukkan pandangan mata, membasahi bibir dengan zikrullah, sikap kasih sayang kepada anak yatim, fakir, dan miskin.

Sejalan dengan ini, dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Rasulullah berkata, "Aku hanyalah menerima shalat dari orang yang tawadhu terhadap keagungan-Ku, tidak sombong terhadap makhluk-Ku, tidak terus-menerus mendurhakai-Ku, selalu menggunakan siangnya untuk zikir kepada-Ku, mengasihi anak yatim, janda-janda, fakir, dan menyayangi orang yang tertimpa musibah. (HR Al-Bazzar).

Tanda hitam di dahi Muslim adalah salah satu ciri bahwa dia sering melakukan shalat. Namun, bekas sujud yang dikehendaki Allah adalah sikap tawadhu, kelembutan, kepedulian, dan kasih sayang yang dipancarkan wajah setiap Muslim. Wallahu a'lam.



Achmad Satori Ismail

Sifat Calon Ahli Surga


Segala puji bagi Allah, Tuhan sekalian alam. Allah SWT. masih terus memberikan kita nikmat sehat, iman dan Islam. Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan kita kekuatan dan kesempatan untuk senantiasa optimal beribadah, apalagi beberapa hari lagi akan datang bulan Ramadhan, momen yang senantiasa kita tunggu-tunggu. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda Nabi Muhammad Saw.

Menjelang datangnya Ramadhan ini ada satu hadits yang cukup tepat untuk sama-sama kita renungi dan coba refleksikan dalam kehidupan kita. Rasullah Saw. bersabda:

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ثلاث من كن فيه حاسبه الله حساباً يسيراً و أدخله الجنة برحمته قالوا : لمن يا رسول الله ؟ قال : تعطي من حرمك وتعفو عمن ظلمك وتصل من قطعك. رواه الحاكم.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., beliau berkata: Rasulullah Saw. bersabda: tiga perkara yang ketika ada dalam diri seseorang maka Allah SWT. akan menghisabnya dengan hisab yang mudah dan memasukkannya ke dalam Surga dengan rahmatNya. Sahabat bertanya: bagaimana itu wahai Rasulullah? Rasul menjawab: kamu memberi kepada orang yang menghalangimu, memaafkan orang yang berbuat zalim kepadamu, menyambung tali silaturahmi kepada orang yang memutusnya. (HR. Al-Hakim).

Bahwa tiga perkara yang bisa menjadikan nasib kita baik di Akhirat: pertama, memberi kepada yang tidak pernah memberi atau bahkan yang menghalagi hak kita. Kalau kita memberi kepada orang yang pernah memberi dan berbuat kebaikan kepada kita, secara kebiasaan itu adalah hal yang dianggap lumrah adanya. Lumrah ketika kebaikan dibalas dengan kebaikan. Namun memberi kepada orang yang tidak pernah memberi atau bahkan menghalangi hak kita, inilah sikap yang sangat mulia. Tidak semua kita mampu melakukannya.

Kedua, memaafkan orang yang pernah menzalimi kita. Sikap ini juga bukan hal yang gampang dilakukan oleh setiap orang. Perlu kekuatan jiwa yang tercermin pada sifat sabar dan membuang dendam serta berharap imbalan dari Allah SWT. Allah SWT. berfirman: “dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai Keuntungan yang besar. (Fusshilat: 34-35). Dalam ayat lain disebutkan: “maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (Asy Syuraa: 40).

Imbalan yang diberikan Allah SWT. begitu besar sehingga Al-Qur’an menyebutnya dengan keuntungan yang besar. Dan Sifat pemaaf menjadikan seseorang terhormat baik di mata Allah SWT. maupun di mata manusia. Rasulullah Saw. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah:

وما زاد الله عبدا بعفو إلا عزا

“Allah SWT. hanya menambah kemuliaan bagi seseorang sebab memberi maaf”. (HR. Muslim).

Sifat pemaaf tidak menggambarkan kelemahan seseorang, justru sifat tersebut mengisyaratkan kekuatan karakter. Sifat pemaaf yang sebenarnya adalah ketika seseorang mudah memaafkan orang lain tetapi ia mampu untuk membalas. Ia memaafkan dalam kondisi kuat, tidak lemah. Begitulah yang dicontohkan Rasulullah Saw. ketika Fathu Mekah. Setelah Rasul dan para Sahabat memiliki kekuatan di Madinah dan ingin membuka Mekah. Kufar Quraisy Mekah yang seringkali menganiaya dan bahkan berupaya membunuh Rasul Saw. dan para Sahabat merasa panik dan cemas; bahwa Rasul Saw. dan para Sahabat akan membalas dendam. Itulah yang dikatakan oleh Sa’ad bin Ubadah Al-Anshori: “hari ini hari potong daging, hari ini Allah akan menghinakan Quraisy”. Mendengar perkataan itu Rasulullah Saw. langsung meluruskan dan bersabda: “hari ini adalah hari kasih sayang, hari ini Allah memuliakan Quraisy dan mengagungkan Ka’bah”.

Ketiga, menyambung silaturahmi kepada orang yang memutusnya. Alangkah mulianya sifat ini. Inilah makna hakiki dari seorang yang disebut sebagai al-washil (penyambung tali silaturahmi) oleh Rasulullah Saw. Sabda beliau berbunyi:

ليس الواصل بالمكافئ ولكن الواصل الذى إذا قطعت رحمه وصلها

Bukanlah yang disebut al-washil (orang yang menyambung silaturahmi) itu orang yang membalas kebaikan dengan sepadan, namun ia adalah orang yang menyambung tali silaturahmi yang diputus. (HR. Bukhari).

Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan kita kekuatan untuk mampu merealisasikan tiga sifat calon ahli Surga sebagaimana yang disebutkan Rasulullah Saw. Terkhusus menjelang Ramadhan ini, kita berupaya untuk memperbaiki hubungan sosial kita paling tidak dengan tiga sikap; memberi, memaafkan dan menyambung silaturahmi. Sehingga ketika datang Ramadhan, kondisi kita baik secara hubungan horizontal dan mampu mengoptimalkan hubungan vertikal kepada Allah SWT. Dan semoga pada akhirnya, kita keluar dari madrasah Ramadhan ini dalam kondisi fitri. Amin Ya rabbal ‘Alamin.

Oleh: Ust. Ahmad Yani, MA

Orang Beriman Menyambut Ramadhan


Senyuman di wajah orang-orang beriman terpancar tatkala ramadhan semakin dekat menghampiri. Tamu mulia dan agung ini datang dengan memberikan banyak kebahagiaan kepada orang beriman, bagaimana tidak, saat jiwa yang telah kelelahan mengejar dunia, kini ramadhan datang untuk membersihkan hati-hati mereka dengan nuansa ibadah yang begitu kental serta dijanjikan dengan berlipat ganda pahala untuk bekalan mereka menuju akhirat, bahagia karena jiwa-jiwa yang berlumuran dosa akan kembali disucikan dengan taubat nasuhah, bahagia karena memang jiwa-jiwa orang beriman membutuhkan bekalan tambahan berupa kekuatan iman yang extra untuk menghadapi beratnya kondisi kehidupan, kekuatan ruhiyah yang mampu membuatnya bertahan dan tetap optimis melangkah di jalan yang benar, bahkan menjadi sangat dibutuhkan oleh seluruh umat islam untuk keluar dari kondisi berat yang mereka hadapi, maka ramadhan selalu datang pada saat yang tepat untuk menjadi hiburan bagi orang-orang beriman.


Bulan ini disebut tamu agung, karena banyak peristiwa agung yang pernah terjadi di dalamnya, diantaranya: Nuzulul Quran, Perang Badar, turunnya wahyu pertama di Gua Hira, meninggalnya paman Nabi tercinta, Abu Thalib, serta istri beliau Khadijah pada tahun ke-10 kenabian, mulainya diwajibkan Zakat Fitrah pada tahun ke-2 Hijriyah, dimulainya persiapan perang khandak pada tahun ke-5 hijriyah, peristiwa penaklukan kota Mekah atau Fathu Makkah yang terjadi pada tanggal 21 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah, Perang Tabuk pada tahun ke-9 Hijriyah, dan masih banyak lagi peristiwa yang agung lainnya terjadi pada masa awal dakwah Islam dan setelahnya, bahkan kemerdekaan bangsa Indonesiapun terjadi pada bulan ramadhan.

Bulan ini disebut tamu istimewa karena keistimewaan yang dikhususkan padanya, seperti: Lailatul Qadr, yaitu nilai ibadah yang lebih baik dari pada seribu bulan saat orang beriman beribadah pada malam itu, bulan dilipat gandakannya pahala, amalan sunah dihitung sebagai pahala wajib, umrah pada bulan ini mendaatkan pahala sebagaimana haji bersama Rosulullah, dll.

Maka agar keagungan dan keistimewaan ramadhan dapat dirasakan, kemudian dapat dimanfaatkan dengan baik dan optimal, maka selayaknya setiap orang beriman mempersiapkan diri untuk menyambutnya.

Hal yang biasa dilakukan jika seseorang ingin menyambut tamunya, dia akan mempersiapkan dirinya, merapikan ruang tamunya, bahkan mempersiapkan makanan yang juga istimewa untuk disediakan buat tamunya.

Apalagi ini adalah tamu agung dan sangat istimewa, yang akan selalu bersama di rumah kita selama satu bulan lamanya. Maka tentu persiapannya bukanlah persiapan biasa-biasa saja, maka akan sangat tidak wajar jika seorang yang akan kedatangan pejabat saja, ia begitu sibuk mempersiapkan segala sesuatunya agar tidak merasa malu, sedangkan dengan kedatangan ramadhan dia biasa-biasa saja.

Lalu apa yang perlu kita persiapkan untuk menyambut ramadhan ini?

Ada beberapa hal yang harus kita persiapkan agar kita mampu mengisi bulan yang penuh berkah ini dengan kegiatan yang dapat menambah bobot umur kita ketika kita menghadap Allah SWT.

Pertama, Persiapan Individu

Ini adalah persiapan yang paling utama kita lakukan, secara individu kita harus mempersiapkan kedatangan bulan ini secara optimal, karena persiapan ini akan mempengaruhi baik tidaknya kita mengisi amaliah ramadhan. Di antara persiapan individu yang harus kita lakukan adalah:

a. Persiapan Rohani, ini adalah persiapan yang paling utama karena kekuatan ruh inilah yang akan menjadi motor penggerak segala bentuk ibadah kita, baik sebelum, ketika dan setelah ramadhan. Rasulullah mempersiapkan diri beliau dari sisi ini sangat luar biasa, yaitu dengan melaksanakan puasa sya’ban. Hal tersebut beliau lakukan dalam rangka mempersiapkan dan menyongsong kedatangan bulan Ramadhan. Disamping itu kita dianjurkan untuk banyak istighfar dan memohon serta memberi maaf agar kedatangan bulan suci kita sambut dengan hati bersih dari segala bentuk dosa dan perselisihan, rasa dengki dan penyakit-penyakit hati yang lainnya. Bahkan para salafus shalih berdoa selama 6 bulan agar mereka disampaikan hingga bulan ramadhan dan kemudian berdoa pasca Ramadhan selama 6 bulan agar ibadah mereka diterima”.

b. Persiapan Ilmu, agar ibadah kita benar dan sesuai dengan tuntunan Rosulullah maka kita harus memahami ilmunya, untuk itu kita harus membaca dan menelaah buku-buku yang berbicara tentang puasa agar kita dapat mengetahui syarat dan rukun puasa serta hal-hal yang dapat membatalkan serta menghilang nilai puasa, serta banyak permasalahan puasa yang perlu mendapat penjelasan lebih dalam dari ulama dan pakar syariah, tentang hal-hal yang sering terjadi menyangkut ibu hamil dan menyusui yang tidak dapat berpuasa, orang tua yang sakit, serta tentang permasalahan ilmu kedokteran yang ada hubungannya dengan ibadah puasa.

c. Persiapan Jasmani, tubuh adalah salah satu komponen yang penting dan harus kita persiapkan dalam menyambut bulan ramadhan, karena tanpa jasmani yang sehat kita tidak akan mampu melaksanakan ibadah puasa, membaca Al-Quran, sholat tarawih dan qiyamullail. Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh merupakan salah satu modal penting dalam melaksanakan segala perintah Allah dan Rasul-Nya. Rasulullah bersabda, ”Seorang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai dari mu’min lemah dan keduanya adalah baik”.

d. Persiapan Akhlak dan Moral, Agar puasa pada ramadhan tahun ini meningkat dari tahun sebelumnya, sehingga sampai kepada puasa Khawaasul Khawash seperti pembagian Imam Ghazali, yaitu puasanya di dunia karena karena Allah, ia menjaga kepala dan apa yang dibawahnya, menjaga perut dan apa yang di sekelilingnya dan mengingat mati serta apa yang terjadi setelah kematian, menjadikan orientasi hidupnya adalah akherat. Sehingga terhindar dari apa yang disampaiakn oleh Rosulullah, “Berapa banyak orang yang puasa namun mereka tidak mendapatkan dari puasa mereka kecuali lapar dan haus” (HR.Thabrani, Ahmad dan Baihaqi).

Diantara hal yang harus dijaga dari saat ini adalah:

1. Menjaga penglihatan dan menghindarinya dari obyek yang tidak baik. Rasulullah saw bersabda, ”Penglihatan adalah panah dari panah beracun iblis”.

2. Menjaga lisan dari perkataan yang bathil dan tdk bermanfaat. Rasulullah saw bersabda, ”Apabila kalian sedang berpuasa janganlah berkata dengan perkataan kotor (keji) dan janganlah melakukan perbuatan tercela, apabila ada orang yang menghina katakan kepadanya bahwa saya sedang puasa” (HR. Muttafaq ‘alaihi). Rasulullah saw, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan bohong maka Allah tidak menperdulikan ibadah puasanya” (HR. Ibnu Majah).

3. Menjaga pendengaran dari hal-hal yang bathil, seperti ghibah, serta hal-hal yang diharamkan lainnya.

e. Persiapan Materi, Dari Abi Hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersumpah tidak ada bulan yang paling baik bagi orang beriman kecuali bulan Ramadhan, dan tidak ada bulan yang paling buruk bagi orang munafik kecuali bulan Ramadhan, dikarenakan pada bulan itu orang beriman telah menyiapkan diri untuk berkonsentrasi dalam beribadah dan sebaliknya orang munafik sudah bersiap diri untuk menggoda dan melalaikan orang beriman dari beribadah” (HR.Imam Ahmad).

Para ulama menjelaskan maksud hadits ini ”dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri untk berkonsentrasi dalam beribadah” adalah: Hal itu dikarenakan orang beriman telah menyiapkan diri dari sisi materi untuk memberikan nafkah kepada keluarganya karena mereka ingin konsentrasi beribadah, sebab memperbanyak Qiyam lail menyebakan mereka harus banyak tidur di waktu siang dan memperbanyak I’tikaf menyebabkan mereka tidak bisa untuk beraktifitas di luar masjid, hal ini semua menyebabkan mereka tidak bisa untuk melakukan aktifitas mencari nafkah, maka itu mereka mempersiapkan diri jauh-jauh hari sebelum datang bulan Ramadhan agar mereka dapat berkonsentrasi beribadah serta mendapatkan keutamaan bulan yang mulia ini”.

Dari kitab Shahihain Ibnu ‘Abbas ra berkata ”Rasulullah adalah manusia yang paling dermawan, dan beliau semakin dermawan pada bulan Ramadan ketika berjumpa dengan Jibril untuk bertadarus Al-Quran, kedermawanan Rasulullah ketika itu bagaikan angin yang berhembus”. Maka tanpa persiapan dari sisi materi kita tdk akan mampu mencontoh dan mengikuti kedermawanan Rasulullah saw.

Kedua, Persiapan Lingkungan Masyarakat

Lingkungan adalah faktor yang penting dalam menyiapkan diri menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan, sebab lingkungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mendukung proses pelaksanaan ibadah di bulan Ramadhan. Di antara hal yang perlu di lingkungan kita adalah:

1. Rumah, ia adalah lingkungan yang paling utama dalam kehidupan seorang, maka sebagai orang beriman harus mengkondisikan tempat tinggal kita agar dapat menunjang kekhusuan amaliah ibadah kita selama bulan Ramadan. Di antara hal yang harus kita perhatikan dalam mengkondisikan rumah adalah TV, karena TV merupakan media utama pengganggu kekhusuaan ibadah kita, dan akan menghabiskan waktu kita sia-sia dari membaca Al-Quran dan ibadah lainnya.

2. Tetangga, hal ini dapat kita lakukan dengan berkoordinasi dengan para tokoh masyarakat baik Ketua RT dan RW untuk bahu membahu saling mengingatkan bersama-sama mempersiapkan diri menyambut ramadhan serta saling menjaga kekhusuan selama beribadah di bulan ramadhan.

3. Masjid dan Mushalla, tempat ibadah juga harus kita siapkan dalam menyambut bulan suci Ramadan, baik dengan cara mengadakan pembersihan serta merapikan di bagian dalam dan di luar tempat sholat, karena dengan masjid dan musholah yang bersih dan rapi serta fasilitas yang memadai akan menambah kekhusuan ibadah tarawih dan I'tikaf bagi orang-orang yang beribadah di sana.

4. Kantor, tempat bekerja juga mempunyai peranan yang sangat penting dalam dalam menyambut dan mengoptimalkan ramadhan, karena sebagian besar hari-hari yang dilalui oleh masyarakat perkotaan adalah di kantor. Perkantoran juga dapat mengisi kegiatan ramadhan dengan kajian keilmuan yang bermanfaat bagi karyawannya, seperti ceramah agama setelah sholat zhuhur yang mengupas permasalahan puasa atau permasalahan umum lainnya dengan menghadirkan para ustadz. Atau juga melakukan tadarus Al-Quran di antara para karyawan. Sehingga kantor tersebut juga mendapat keberkahan.

5. Pasar, agar pelaksaan ibadah selama ramadhan tidak terganggu dengan kesibukan di pasar, keperluan rumah tangga hendaklah mulai disiapkan seperlunya, karena biasanya kebutuhan dan harga meningkat menjelang ramadhan. Serta harus menjadi kesadaran bagi para pedagang, terutama bagi mereka yang menjual makanan untuk santap siang, untuk juga dapat menghormati kaum muslimin yang berpuasa dengan mengubah jadwal jualannya setelah sholat asar dan setelah tarawih, sehingga nuansa ramadhan juga terlihat bukan hanya di masjid namun juga di pasar. Perlu diyakini bahwa rezeki itu datangnya dari Allah, jadi ketika ia menghormati orang yang berpuasa insya Allah keberkahannya akan semakin bertambah.

Wallahu'alam bishowab.
Zulhamdi M. Saad, Lc



Menghidupkan Hati


“Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?” (QS. Al An’aam : 122 )

Terang dan gelapnya hidup manusia, serta lapang dan sempitnya jiwa dalam melaluinya, sangat bergantung dengan hati, karena hati adalah pusat kehendak, jika hati melambung tinggi ke langit karena merasakan kenikmatan beribadah, anggota tubuh mengikutinya. Jika hati terkotori sehingga ia tersungkur kedalam lumpur kehinaan, maka tak ada lagi kebahagiaan yang dirasakan oleh jiwa. Hati yang terikat kuat dengan Dzat yang Maha Kokoh, tidak akan pernah membuat jiwa jatuh ke dalam kehinaan.


"Jika hati hanya berpedoman kepada badan, maka ia hanya akan ketakutan oleh
batas usia, oleh mati, oleh kemelaratan, oleh ketidakpunyaan. Jika pikiran
hanya mengurusi badan, jika pikiran tak kenal ujung maka ia akan rakus
kepada alam, akan membusung dengan keangkuhan, kemudian kaget dan kecewa
oleh segala yang dihasilkan. " Begitulah ungkapan Emha Ainun Najib dalam salah satu puisinya dalam buku "Dari Pojok Sejarah".

Allah menginginkan agar kita sebagai umat-Nya mempunyai hati yang selalu terhubung kuat kepada-Nya. Dengan hati yang melekat kepada-Nya maka jiwa akan selalu pasrah dan redho dengan segala kehendak dan skenario-Nya, kemudian jiwa dapat mengikuti dan bertindak sesuai dengan kehendak-Nya. Namun tidak dapat dipungkiri dalam hidup kita, keterikatan hati kepada Allah, sering kali lemah, karena ikatan lain yang lebih kuat mencengkramnya. Diantara ikatan yang mengikat hati itu adalah:

Pertama, hati terikat kepada harta.

Kuatnya tarikan harta yang mengikat hati kadangkala mendominasi seluruh energi kita, sehingga gerakan dari setiap langkah dan pikiran kita dari bangun tidur sampai tidur lagi tidak lain kepada harta. Sehingga bagi sebagian orang, orientasi hidupnya adalah harta, sedangkan keterikatan hatinya pada Allah, hanya sekedar bakti untuk melepaskan kewajiban semata, atau bahkan yang lebih parah lagi, kewajiban itu dilupakan sama sekali, karena ikatan hatinya kepada Allah sudah tidak ada lagi. Maka jika harta seseorang diambil kembali oleh Allah maka ada dua hal yang mungkin terjadi, pertama: ia akan stres atau frustrasi, bahkan jika berlarut, tidak mustahil akan sampai pada tindakan bunuh diri. Kedua: ia akan menempuh jalan yang keliru untuk menghasilkan harta seperti korupsi, mencuri, merampok, menipu dan lain sebagainya.

Orang semacam ini tidak akan pernah puas dalam hidupnya. Jika hartanya sedikit, ia ingin yang banyak. Jika sudah banyak, ingin yang lebih banyak lagi, demikian seterusnya. Bahkan seperti kata Rasulullah, "Jika ia memiliki satu gunung emas seperti gunung Uhud, ia ingin memiliki satu gunung emas lagi."

Kedua, hati yang terikat kepada keluarga yang dikasihi.

Mencintai dan mengasihi orang tua, anak, istri, suami atau siapa saja, bukanlah suatu yang dilarang, namun yang tidak diperbolehkan adalah mencintai mereka melebihi cinta kepada Allah dan berjuang di jalan-Nya. Seperti yang disinggung oleh Allah dalam firmannya: "Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah: 24)

Orang-orang yang hatinya terikat begitu kuat dengan yang mereka sayangi, kadangkala tidak dapat menolak saat dihadapkan kepada pilihan, apakah ia lebih memilih untuk menyenangkan hati mereka daripada menyenangkan Allah dengan menjalankan perintah-Nya. Nabi Ibrahim telah memberikan teladan yang baik kepada kita, walaupun Ia begitu mengasihi anaknya Ismail, namun hatinya tetap terikat kuat kepada Allah. Sehingga ia penuhi perintah Allah tanpa ragu saat diminta menyembelinya. Begitu pula saat ia tinggalkan istrinya Siti Hajar, di tanah tandus Makkah, tanpa makanan dan minuman guna untuk melaksanakan perintah Allah. Namun di sanalah hikmah yang agung, Allah memberikan karunia yang luar biasa kepada Istri Hajar dan anaknya Ismail dengan buah-buahan dan air Zam-zam yang mengalir tiada henti sampai saat ini.

Ketiga, hati yang terikat pada kebiasaan tertentu.

Selain kepada harta dan orang-orang yang disayangi, hati juga dapat terikat kepada kebiasaan-kebiasaan tertentu. Kita begitu mencintai kebiasaan-kebiasaan itu sehingga tanpa kita sadari kebiasaan itu menjauhkan hati kita dari Allah. Kebiasaan semacam ini terbagi ke dalam dua kategori:

Pertama: Kebiasaan yang mengarah kepada dosa dan maksiat. Hati yang sudah melekat dengan dosa, akan sangat susah meninggalkannya, apalagi jika hati sudah menghitam, maka akan sangat sulit dibersihkan.

Kedua: Kebiasaan umum, yaitu kebiasaan yang berhubungan dengan hobi atau kegemaran, seperti menonton TV, sepak bola, dan hal lain yang sejenis. Jika hati telah terikat kuat dengannya maka kebiasaan ini dapat membawa kita kepada dosa, bahkan perintah Allah dinomor sekiankan.

Shohibul Zhilal mengatakan: "Sesunguhnya jiwa yang tunduk kepada hawa nafsu, meremehkan dan mempermainkan perkara-perkara suci adalah jiwa yang sakit. Sikap yang tunduk kepada hawa nafsu tidak akan mampu menanggung beban tanggung jawab. Jiwa yang bertanggung jawab adalah jiwa yang kuat, sungguh-sungguh dan penuh kesadaran. Sedangkan, jiwa yang tunduk kepada hawa nafsu, tidak memiliki kesadaran dan meremehkan segala hal. Setiap jiwa yang kosong dari kesungguhan, semangat dan kesucian, maka ia akan berubah kepada gambaran yang sakit dan tercelah seperti yang dilukiskan Al-Quran. Jiwa yang sakit telah mengubah haluan kehidupan kepada senda gurau dan kekosongan yang tidak memiliki tujuan dan juga penopang."

Sedangkan bagi orang beriman yang hatinya selalu terhubung dengan Allah, di saat hatinya bersentuhan dengan Al-Quran maka hati mereka serta merasakan ketenangan, lalu tumbuhlah perhatian yang membuat hati mereka tidak terlalu peduli dari dunia dan segala kenikmatannya.

Dalam keterangan Al Amidi terdapat biografi singkat dari Amir bin Rabiah, bahwa seorang arab mampir ke rumahnya, dan dia memuliakannya, kemudian orang arab itu datang lagi kepadanya setelah dia mendapat jatah tanah dan berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku telah mendapatkan jatah suatu lembah tanah arab dari Rosulullah dan aku ingin membagikan kepadamu suatu bagian darinya untukmu dan keluargamu sesudah sepeninggalmu." Amir menjawab, "aku tidak membutuhkan bagian dari tanahmu, karena hari ini turun surah dari Al-Quran yang membuat kami kami melupakan segala urusan dunia, yaitu firman Allah: "Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling. Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai." (QS. Al-Anbiyaa: 1-3)

Inilah perbedaan antara hati yang hidup, responsif dan terpengaruh dengan peringatan Allah dengan hati yang mati, lalai, dan keras. Hati mati yang mengkafani mayatnya dengan main-main, memakaikan pakaian kekerasan dengan hawa nafsu, dan tidak terpengaruh sedikitpun dengan peringatan karena ia tidak memiliki tiang-tiang kehidupan.

Hati yang hidup adalah hati yang ketika ditawarkan berbagai macam perbuatan keji, maka dengan kesadarannya dia akan menjauh darinya dan membenci perbuatan-perbuatan tersebut, bahkan tidak condong sedikitpun kepadanya.

Berbeda halnya dengan kondisi hati yang mati. Sesungguhnya hati yang mati tidak akan bisa membedakan antara kebaikan dan keburukan. Sebagaimana ungkapan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu :

هلك من لم يكن له قلب يعرف به المعروف والمنكر

“Celakalah bagi mereka yang tidak memiliki hati, yaitu hati yang bisa mengenal manakah kebaikan dan manakah keburukan”.

Hati yang sakit adalah hati yang terserang penyakit syahwat. Sesungguhnya hati yang demikian akan condong kepada keburukan yang ditawarkan kepada dirinya, dikarenakan lemahnya hati tersebut. Kecondongannya terhadap kebatilan akan berbanding lurus dengan parah dan tidaknya penyakit yang bersarang di dalam hatinya.

Terkadang penyakit hati yang bersarang di dalam hati seseorang semakin bertambah parah, dan sang pemilik hati tidak menyadarinya, dikarenakan dirinya berpaling dari mengenal hati yang sehat dan sebab-sebab yang bisa menghantarkan kepada sehatnya hati. Namun ada yang lebih parah dari keadaan ini, yaitu orang yang hatinya mati, namun dirinya tidak merasakan kematian hatinya. . (Lihat pnjelasan Ibnu Abil ‘Izz Al Hanafi dalam Syarah Aqidah Ath Thahawiyah, Darul ‘Aqidah, halaman 253-254)

Sungguh hal yang demikian, yaitu mati dan kerasnya hati ini merupakan bahaya yang sangat besar, sebagaimana dikatakan oleh Malik ibnu Dinar rahimahullahu:

إن لله عقوبات في القلوب والأبدان؛ ضنك المعيشة، ووهن في العبادة، وما ضرب عبد بعقوبة أعظم من قسوة القلب.

“Sesungguhnya Allah memiliki berbagai macam hukuman yang menimpa hati dan badan, yaitu sempitnya penghidupan dan lemah dalam beribadah, dan tidaklah ada sesuatu yang lebih bahaya menimpa seorang hamba melainkan kerasnya hati.” (Hilyatul Auliya’, Abu Nu’aim Al Ashbahany, Maktabah Syamilah)

Sebuah perumpamaan yang sederhana, kita mungkin pernah melihat ikan yang dikeluarkan dari air, kita dapati ikan tersebut menggelapar-gelepar di atas tanah, bila keadaan itu berlangsung dalam waktu yang lama, bisa dipastikan ikan itu akan mati.

Sesungguhnya Allah swt menciptakan hati dan menjadikan sumber kehidupan dan ketenangannya adalah dengan mengenal Allah, mencintai-Nya dan selalu ingat pada-Nya, berenang mengarungi samudra-Nya berupa Al-Quran. Dengan melakukan hal itu, hati akan hidup dan selalu bisa merasakan nikmat-nikmat Allah. Dengan hidupnya hati, ia akan memberi cahaya pada jalan-jalan kehidupan yang dilalui.

Namun bila hati diletakkan pada dunia, cinta padanya dan dunia mendapat tempat di dalam hati, maka dipastikan hati tersebut tidak akan pernah bisa tenang dan tentram dalam arti yang sesungguhnya. Walaupun secara zahir nampak ketenangan dan kebahagiaan, tapi ia hanya bersifat sementara bahkan kesenangan yang menipu.

Allah swt berfirman : Ketahuilah, bahwa dengan berzikir kepada Allah, hati menjadi tenang (Qs. Ar-Ra`du : 28)

Ketika hati lalai dari mengingat Allah, ia akan selalu resah, gelisah, dan tidak pernah merasa tentram, iapun akan menggelepar-gelepar, kemudian hati akan sakit dan pada akhirnya akan mati seperti matinya ikan di daratan.

" Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati." (QS. Qaaf: 37 )

Salah satu ciri hati yang hidup adalah lapang hatinya dalam menerima ajaran Islam. Allah berfirman: "Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk menerima agama Islam niscaya dia berada di atas cahaya Tuhannya" (QS. Az-Zumar: 22).

Suatu ketika Rasulullah ditanya tentang bagaimana hati bisa lapang? Beliau menjawab: "Apabilah cahaya itu masuk ke dalam hati maka hati tersebut akan lapang dan terbuka". Kemudian beliau ditanya lagi, apa tanda-tandanya wahai Rasulullah? Beliau menjawab: "Mempersiapkan diri menuju tempat keabadian (akhirat), dan 'mengasingkan' diri dari tempat yang menipu (dunia), serta mempersiapkan diri sebelum datangnya kematian." (HR. Hakim, dan Baihaqi dalam Kitab Az-zuhd).

Maka memperbaiki hati dan menghidupkannya dengan terus mempelajari Islam adalah suatu kewajiban bagi setiap hamba beriman, karena dengan baiknya hati maka akan baiklah seluruh kehidupan kita. Rasulullah saw bersabda: "Di dalam jasad itu ada segumpal darah, bila rusak, maka rusaklah seluruh tubuh dan bila sehat maka sehatlah seluruh tubuh, segumpal darah itu adalah hati."

Wallahu a'lam bishowaab

Oleh H. Zulhamdi M. Saad, Lc

Pohon Iman

Khutabah Pertama
Amma ba’du :
Ayyuhal muslimun ! Bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala, karena takwa adalah bekal terbaik yang bisa disimpan. Dan rasakanlah selalu pengawasan Allah dalam setiap urusan anda, baik yang tersembunyi maupun yang nyata .
Ibadallah! Siapa pun tahu besar kebutuhan manusia akan air, makanan, matahari, udara, pakaian dan obat-obatan. Akan tetapi, tahukah anda, wahai hamba-hamba Allah, apa yang lebih penting dari pada itu semua ? yaitu sesuatu yang tidak bisa dilepaskan dari hidup manusia, karena segala urusannya tidak bisa berjalan dengan baik tanpa keberadaannya. Urgensinya melebihi apa pun yang dianggap penting dan mendesak. Kebutuhan terhadapnya lebih besar daripada kebutuhan lainnya. Karena sesungguhnya ia adalah makanan, pakaian dan obat yang hakiki bagi manusia. Sebab, apabila manusia tidak memilikinya, mereka akan rugi di dunia dan Akhirat. Na’udzu billahi min dzalik! Itu adalah iman dan akidah, sebagai ilmu dan amal, perilaku dan jalan hidup.


Sesungguhnya salah satu kelebihan yang diberikan kepada umat Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ialah bahwa Allah menunjukkan mereka kepada agama yang benar ini. Lalu Allah memilih akidah yang paling benar dan paling bersih, metode yang paling sempurna dan paling tinggi, ibadah yang paling mudah dan paling jernih, dan akhlak yang paling mulia dan paling suci untuk diberikan kepada mereka (umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,)
Ayyuhal muslimun! Ya hamatal akidah wa hurrasal millah! Salah satu keistimewaan umat ini yaitu umat ini adalah ‘’umat akidah’’. Inilah rahasia terbesar dalam hal kekuatan peribadi mereka dan bangunan peradaban mereka serta resep paling berharga dalam bangunan kejayaan dan kemenangan mereka yang terus menerus.
Sepanjang zaman dan sepanjang masa isu-isu akidah akan tetap ada dan harus tetap menjadi isu utama dan terpenting. Serta menjadi landasan dan pondasi bagi semua perhatian seorang muslim, baik dalam tataran ilmu , amal, maupun dakwah. Terutama pada masa-masa belakangan ini yang banyak godaan dan perubahan, syahwat dan syubhat menyebar luas, serangan dan tantangan semakin besar, kesulitan dan krisis semakain berat.
Oleh karena itu, kita harus membekali diri dengan senjata akidah. Karena di muka bumi ini tidak ada satu pun kekuatan yang bisa menandingi atau bahkan mendekati kekuatan akidah dalam menjamin keshalihan individu dan kestabilan masyarakat. Sesungguhnya akidah adalah klep pengaman dan kekacauan, kekosongan jiwa, kehampaan rohani, pelecehan terhadap akal sehat, penistaan dalam berbagai kebatilan. Kemudian menjadi akhir yang jelek dan penutup yang kekal. Kita berlindung kepada Allah dari murkaNya dan siksaNya yang sangat pedih .
Ummatal Islam! Kita sangat membutuhkan generasi penerus yang memiliki senjata akidah. Mereka hidup dengan akidahnya dan untuk akidahnya. Akidah itu menjadi mencusuar mereka di dalam ilmu dan amal, menjadi timbangan mereka di dalam berteman dan bermusuhan, menjadi simbol mereka di dalam marah dan senang, dan menjadi undang-undang mereka di dalam mendidik dan memperbaiki. Mereka membersihkan akidahnya dari penyimpangan orang-orang yang berlebih-lebihan, pengakuan orang-orang yang mengada-ada, dan penakwilan orang-orang yang bodoh. Sesungguhnya tanggung jawab dan amanah orang tua, keluarga, lembaga pendidikan, saluran edukasi, serta praktisi pendidikan, dakwah dan perbaikan dalam masalah ini sangat besar. Peran mereka harus muncul di arena pembangunan untuk segala hal yang benar dan baik, dan pemberantasan untuk segala hal yang salah dan buruk.
Batu bata pertama di bidang dakwah dan penyadaran harus dihancurkan kepada akidah dalam rangka pembersihan dan penguatan.Sesungguhnya masalah paling pokok yang harus segera di atasi ialah masalah syirik dan penyembahan berhala dalam berbagai model dan bentuknya. Bila tauhid adalah kewajiban yang paling ditekankan dan keharusan yang paling diperintahkan, maka syirik adalah dosa yang paling besar dan larangan yang paling diharamkan. Seluruh syariat dan dakwah para Nabi dan Rasul sepakat mengingkari dan menolak kemusyrikan. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman:


إِنَّ اللهَ لاَيَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَادُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَآءُ
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (QS. An-Nisa :48,116)
Ikhwatal Iman! Keterikatan dan hubungan seorang muslim dengan akidahnya sangat erat, kuat dan tepat. Hal itu terlihat jelas di setiap tindakan dan urusannya; di kala suka dan duka, di saat susah dan mudah, di dalam ibadah dan muamalah. Bahkan seluruh hidup dan matinya untuk Allah Subhanahu Wata’ala, dan tiada menyekutukanNya. Jika memita sesuatu, ia memintanya kepada Allah. Jika shalat, haji, bernadzar, dan menyembelih hewan, ia melakukannya karena Allah. Jika meminta bantuan atau pertolongan, ia memintanya kepada Allah semata. Tidak ada yang diandalkannya untuk memenuhi hajatnya, melepaskan kesulitannya, mendatangkan keuntungannya dan menolak kerugiannya selain Allah Subhanahu Wata’ala .
Itulah akidah seorang muslim; percaya dengan hati, mengucapkan dengan lisan, dan mengamalkan dengan anggota badan. Jadi bukan sekedar ilmu kalam yang terpisah dari kehidupan sehari-hari. Bukan pula gelombang emosi dan pembenaran perasaan belaka. Melainkan kekuatan ruhani, keilmuan, pengamalan, peraktik nyata, dan interaksi dinamis yang membuat pemiliknya tergerak untuk melihat nilai-nilai yang tinggi dan membawanya naik ke atas cakrawala yang paling agung.
Ikhwatal iman! Kita harus yakin bahwa kehidupan yang nyaman dan aman, kehidupan yang bahagia dan legawa tidak bisa dicapai tanpa iman dan amal shalih. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :


مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ
Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. An-Nahl :97)
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :


الَّذِينَ ءَامَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُوْلَئِكَ لَهُمُ اْلأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS.Al-An’am :82)
Setiap bencana, ketakutan, kecemasan, dan hilangnya rasa aman dari umat ini, tidak lain disebabkan karena lemahnya atau hilangnya iman. Dan itu adalah sunnatullah .


فَلَن تَجِدَ لِسُنَّتِ اللهِ تَبْدِيلاً وَلَن تَجِدَ لِسُنَّةِ اللهِ تَحْوِيلاً
Maka sekali-kali kamu tidak akan mendapat penggantian bagi sunnah Allah, dan sekali-kali tidak (pula) akan menemui penyimpangan bagi sunnah Allah itu. (QS. Fathir :43)
Ayyuhal muslimun! Sesungguhnya amal shalih itu bekal dan hasil karya seseorang yang akan dibawanya ketika meninggal dunia. Amal shalih yang akan menentukan nasibnya di Akhirat. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
‘‘ Mayit akan diantar oleh tiga hal. Lalu yang dua pulang kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Ia diantar oleh keluarganya, hartanya dan amalnya. Lalu keluarga dan hartanya pulang kembali, sedangkan amalnya tinggal bersamanya.’’ ( HR. Al-Bukhari, 6514, Muslim, 2960 )
Keluarga, kerabat, sahabat, dan anak pulang kembali ke rumah. Harta yang banyak, istana yang megah, kendaraan yang mewah, dan pemandangan yang menawan juga kembali ketempat semula. Bahkan terkadang menjadi penyesalan dan ratapan bagi pemiliknya. Dan hanya satu yang akan tinggal bersamanya tidak ada yang lain dalam liang lahat yang sempit, yaitu amal yang shalih .
Jadi, amal adalah sahabat manusia di dalam kuburnya. Ia akan memperoleh nikmat jika amalnya shalih, dan akan menerima azab jika amalnya tidak shalih. Dalam sebuah Hadits Rasulullah Shallallahu Alaihi wasallam bersabda :
‘‘ Sesungguhnya amal yang shalih akan datang kepada pemiliknya di dalam kubur dalam wujud seorang laki-laki berwajah tampan, berpakaian bagus, dan berbau harum. Lalu laki-laki itu berkata: ‘ Bergembiralah dengan apa yang menyenangkan hatimu ! Si mayit bertanya: Siapa kamu ? Karena wajahmu adalah wajah yang datang dengan kebaikan ! laki-laki itu menjawab : ‘Aku adalah amalmu yang shalih , sedangkan amal yang buruk akan datang kepada pemiliknya di dalam kubur dalam wujud seorang laki-laki berwajah jelek, berpakaian jelek, dan berbau busuk. Lalu laki-laki itu berkata : ‘Bergembiralah dengan apa yang menyakitkan hatimu! Si mayit bertanya : Siapa kamu ? Karena wajahmu adalah wajah yang datang dengan keburukan ! Laki-laki itu menjawab : ‘Aku adalah amalmu yang buruk.’’
Mana perhatian manusia terhadap pelajaran ini ? siapapun yang mencermati realita mayoritas umat Islam maka ia akan kembali dengan hati yang luka dan jiwa yang sedih. Karena melihat amal yang buruk bertumpuk dan menyebar luas di tengah masyarakat muslim. Ada beragam bentuk syirik dan bid’ah. Ada dosa-dosa besar dan kemaksiatan yang dilakukan oleh orang-orang yang mengaku muslim. Ada pembunuhan, perzinahan, peraktik riba, pencurian, kesewenang-wenangan, minuman keras, narkoba, mengabaikan shalat jum’at dan shalat jama’ah, asyik dengan aktifitas-aktifitas yang melalaikan dan membuat terlena. Ada pamer kecantikan dan aurat, kurangnya rasa malu, pamer perhiasan, dan pergaulan bebas. Semuanya ada ditengah-tengah kaum muslimin dan muslimat.
Ya ummatal Islam! Bertakwalah kepada Allah dan kerjakanlah amal yang shalih. Karena tuhan anda telah menganjurkan kepada anda untuk mengerjakan amal shalih dengan beragam uslub (gaya bahasa). Ada yang menggunakan uslub perintah langsung. Ada yang menyebutkan balasan yang akan diterima pelakunya di Akhirat dan kondisinya di dunia. Ada yang mengaitkannya dengan ganjarannya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :


وَمَاتُجْزَوْنَ إِلاَّ مَاكُنتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan, (QS. As-Shaaffat :39)
Ada yang menyebutkan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala melihat amal perbuatan kita. Seperti pada firmanNya :


إِنِّي بِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Mu’minun :51)
Ada yang menyebutkan bahwa Allah Subhanahu Wata’ala menugaskan para malaikat untuk mencatat amal perbuatan kita. Ada yang menyebutkan bahwa kita akan menghadap kepada Allah . Lalu kita akan menjumpai amal perbuatan kita pada hari kiamat; kita akan melihat dan membacanya.


وَكُلُّ إِنسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنشُورًا اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka."Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisap terhadapmu". (QS. Al-Isra’ :13-14)
Dan ada yang memberitahukan kepada kita bahwa amal perbuatan manusia itu adakalanya menguntungkan dirinya dan adakalanya merugikan dirinya.


مَّنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ أَسَآءَ فَعَلَيْهَا
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang berbuat jahat maka (dosanya) atas dirinya sendiri; (QS. Fushhilat :46)
Masih banyak lagi uslub-uslub lain yang bertebaran didalam Al-Qur’an yang dapat dilihat dengan mudah oleh orang yang mau merenungkan ayat-ayat Al-Qur’an.
Ibadallah! Anda harus membekali diri dengan amal shalih sepanjang masih punya waktu dan kesempatan. Waspadalah terhadap hal-hal yang bisa menghalangi anda dari amal yang bermanfaat. Seperti nafsu yang menyuruh berbuat jahat, setan yang terkutuk dan kawan-kawannya dari bangsa jin dan manusia, hawa nafsu, syubhat, dan angan-angan mereka. Serta dunia yang hina dan kesenangannya. Bertaubatlah kepada Tuhan dengan taubat yang nasuha. Teruslah beramal shalih. Jangan sekali-kali mundur setelah maju, dan jangan pernah lalai setelah patuh.


وَلاَتَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri.Mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. Al-Hasyr :19).



بارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
Amma ba’du :


اَلْحَمْدُ لله الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَـقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إله إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ،اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّابَعْد
Ikhwatal Islam! Salah satu karunia Allah yang diberikan kepada anda, ialah waktu-waktu utama dan musim-musim kebajikan dan rahmat. Hal itu untuk memberi kesempatan kepada orang-orang yang taat supaya memperbanyak bekal amal shalih. Juga memberi kesempatan kepada para pendosa untuk bertaubat kepada Tuhan dan kembali kejalan yang benar serta mengasah iman yang ada di dalam jiwa mereka. Karena ketika bulan Ramadhan yang penuh berkah berakhir, masuklah bulan-bulan haji ke Tanah suci. Itu adalah salah satu rukun agama yang agung. Siapa yang melaksanakannya menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh agama, ia akan pulang kerumahnya tanpa dosa seperti ketika ia dilahirkan oleh ibunya. Segala puji bagi Allah yang telah menyediakan keutamaan yang agung ini untuk hamba-hambaNya.



قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُون
Katakanlah:"Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (QS. Yunus :58)



إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَآأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab :56)

Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun, edisi pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya. Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky

Amanah

 Amanah

Amanah dan Tanggung Jawab
Ibadallah ! Islam mendidik para pelakunya dengan watak yang terbaik, prilaku yang paling bagus, akhlak yang paling mulia, dan perangai yang paling luhur. Islam mengontrol setiap penganutnya agar senantiasa memiliki jiwa yang mulia, hati yang hidup, dan nurani yang tanggap. Sehingga hak-hak bisa dilindungi, amal-amal bisa dijaga, dan tanggung jawab bisa dipelihara. Oleh karena itu agama Islam mendidik umatnya agar senantiasa menjaga amanah. Islam mewajibkan setiap muslim menjadi orang yang bersih dan bisa dipercaya. Seorang muslim harus selalu menjaga kehormatan diri dan integritasnya, serta menghadirkan dirinya dari kecurangan dan pengkhianatan.

Wahai umat Islam ! Sesungguhnya amanah adalah memiliki nilai yang sangat besar di dalam agama Allah. Oleh karena itu ada perintah untuk mewujudkan dan memperhatikannya. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُم بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللهَ رَبَّهُ
Tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Rabbnya. (QS.Al-Baqarah :283)

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا اْلأَمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya . (QS. An-Nisa’ :58)

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu,mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal :27)
Bahkan Allah Subhanahu Wata’ala menjadikan amanah sebagai salah satu ukuran terpenting bagi kuatnya iman dan sebagai ciri khas utama orang-orang mukmin. Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

وَالَّذِينَ هُمْ لأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ
Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah ( yang di pikulnya ) dan Janjinya. (QS. Al-Ma’arij :32)
Ma’syiral muslimin rahimahumullah ! Ayat terpenting yang menjelaskan betapa pentingnya posisi dan kedudukan amanah ialah firman Allah Subhanahu Wata’ala :

إِنَّا عَرَضْنَا اْلأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا اْلإِنسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً
Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh, (QS. Al-Ahzab :72)
Sungguh, ini adalah ayat penting yang menjelaskan pentingnya masalah ini dan besarnya tanggung jawab yang harus dipikul. Betapa langit, bumi, dan gunung-gunung merasa enggan memikul amanah tersebut, dan merasa ngeri terhadap resiko yang akan ditanggungnya. Karena melalaikan amanah itu berarti berhadapan dengan siksa dan hukuman.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“ Tunaikanlah amanah itu kepada orang yang mempercayakannya kepadamu. Dan janganlah kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu.” ( HR. Abu Daud, 3535 dan At-Tirmidzi, 1264 )
Di dalam Hadits lain juga disebutkan bahwa mengkhianati amanah adalah salah satu sifat orang munafik. Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda :
“ Tanda-tanda orang munafik ada tiga : Jika berbicara berdusta, Jika berjanji mengingkari, dan Jika diberi amanat berkhianat.” (HR. Bukhari,33 dan Muslim, 59 )
Imam Ahmad dan lain-lain meriwayatkan bahwa anas Radiyallahu ‘Anhu berkata : “ Setiap kali Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berkhutbah di hadapan kami, beliau selalu bersabda :
“ Tidak ada iman bagi orang yang tidak menuanaikan amanah. Dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji.” ( Al-Musnad,3/135 dan Musnad Abi Ya’la, 2863 )
Ibadallah ! Renungkanlah betapa pentingnya amanah dan betapa berat tanggung jawabnya. Beban ini tidak akan sanggup dipikul oleh orang-orang yang lemah lagi kerdil dan orang-orang yang zalim lagi bodoh.
Wahai umat Islam ! Jika kita telah mengetahui bagaimana posisi dan kedudukan amanah di dalam agama Allah dan nash-nash yang memuatnya, tinggal satu hal penting yang harus diketahui oleh setiap muslim. Apalagi banyak orang yang tidak mengetahuinya. Hal penting itu ialah “Pengertian Amanah”. Karena banyak orang awam yang memahami amanah dengan makna yang sangat sempit. Bahkan ada yang memahami bahwa amanah itu tidak lebih dari menjaga titipan saja. Padahal hakikat amanah di dalam Islam jauh lebih besar dan lebih berat, dan pengertiannya jauh lebih luas dan lebih umum.
Sesungguhnya amanah di dalam syari’at Allah memiliki makna yang sangat besar dan pengertian yang sangat luas. Ia mencakup beragam makna yang secara global ialah perasaan seorang muslim akan resiko yang dihadapinya dan kesiapannya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dalam segala urusan yang diserahkan dan dibebankan kepadanya, baik urusan agama maupun dunia. Serta keyakinannya yang mantap bahwa dirinya akan ditanya tentang hal itu di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala. Sehingga ia pun melaksanakan segala sesuatu yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya, baik menyangkut hak-hak Allah mupun hak-hak sesama manusia.
Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan amanah di dalam surat Al-Ahzab ayat 72 ialah seluruh perintah agama. Barang siapa yang melaksanakannya berarti ia telah menuanaikan amanah dan berhak menerima ganjaran dari Allah. Dan barangsiapa yang meremehkannya berarti ia telah membawa dirinya mendekati khianat yang dapat mengundang murka dan hukuman Allah di dunia dan Akhirat.
Wahai umat yang teguh menjaga agama dan memegang amanah ! Sesungguhnya amanah terbesar yang dipikul seorang muslim ialah amanah mentauhidkan Allah, mengesakanNya dalam beribadah, dan nemurnikan niat untukNya dalam beramal. Dan sesungguhnya perbuatan menyekutukan Allah dengan sesuatu merupakan kezaliman yang paling besar dan pengkhianatan yang paling berat.
Memegang teguh Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan mengikuti manhaj generasi Salaf adalah amanah. Sementara bergentayangan di jalan-jalan penyimpangan, bid’ah dan kesesatan adalah pengkhianatan terhadap Allah dan RasulNya. Padahal Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَتَخُونُوا اللهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُون
Hai orang-orang beriman, janganlah kamu,mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui. (QS. Al-Anfal :27)
Menjadikan Syari’at Allah sebagai landasan hukum dan menetapkan hukum berdasarkan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya adalah amanah yang sangat besar. Sementara berhukum kepada syari’at lain di luar syari’at Allah seperti undang-undang jahiliyah adalah pengkhianatan yang nyata terhadap amanah yang diberikan Allah Subhanahu Wata’ala. Ini dalam berakidah dan mengikuti Sunnah.
Sedangkan dalam bab ibadah, segala macam ibadah adalah amanah yang ada di pundak setiap muslim dan muslimah. Maka wudlu adalah amanah, mandi janabah adalah amanah, shalat adalah amanah, zakat adalah amanah, puasa, haji dan ibadah-ibadah lainnya adalah amanah.
Urusan prilaku dan akhlak, seperti kejujuran, kesetiaan, kebajikan, penyambungan tali persaudaraan, kesantunan, kelapangan dada, kedermawanan, kesabaran, perasaan malu, dan persaudaraan adalah amanah. Sementara kebalikannya, seperti kebohongan, kecurangan, pemutusan hubungan, dan kebodohan adalah khianat. Begitu juga dengan dosa-dosa besar, perbuatan-perbuatan yang diharamkan, dan segala bentuk dosa dan kemaksiatan, seperti pembunuhan, perzinaan, peraktik sihir, perdukunan, pencurian, perampasan, pencopetan, penggunjingan, adu domba, mengada-ada, iri hati, kebencian, kedengkian, dan permusuhan, semuanya adalah bentuk-bentuk pengkhianatan.
Praktik-praktik muamalah antar manusia, seperti jual-beli, sewa-menyewa dan sebagainya adalah aspek-aspek amanah yang terpenting. Maka di situ tidak boleh ada pengelabuhan, kecurangan, penyamaran, pemalsuan, dan penyembunyian aib, karena semua itu adalah jenis-jenis khianat.
Tugas-tugas yang dibebankan pimpinan kepada para pegawai dan karyawan adalah amanah di pundak mereka. Mereka harus bertakwa kepada Allah dalam menjalankannya. Mereka harus berada dalam posisi husnudzan (baik sangka) dalam bentuk amanah (terpercaya), kafa’ah (kapabel), dan nazahah (bersih). Dan mereka harus melaksanakan tugas mereka dengan sebaik-baiknya. Hal itu dalam rangka melaksanakan perintah Allah Subhanahu Wata’ala, patuh kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, memberikan nasehat kepada para pemimpin, dan mewujudkan kemaslahatan umat. Jadi bertakwalah kepada Allah, wahai para pegawai, dalam menjalankan tugas-tugas anda. Jangan sekali-kali mengabaikan hak-hak masyarakat. Jangan suka meremehkan dan menunda-nunda penyelesaian urusan mereka. Jangan menutup pintu bagi orang-orang yang hendak mengadukan perkara-perkara di luar kepentingan umat. Karena hal itu adalah bagian dari aspek-aspek kecurangan terhadap umat dan pengkhianatan terhadap para pemimpinnya.
Ma’asyiral muslimin ! Ilmu adalah amanah. Maka para ulama, pengajar, pelajar, mahasiswa dan serjana harus menunaikan amanah yang ada di pundak mereka. Yaitu dengan cara menyampaikan, menjelaskan dan memberikan pendidikan, agar manfaatnya berkembang luas dan kebodohan menghilang.
Berdakwah dan melakukan amar makruf dan nahi munkar adalah amanah besar di pundak umat Islam. Dan melalaikan hal itu berarti pengkhianatan besar terhadap umat.
Saluran informasi bimbingan, pemikiran, kebudayaan, metodologi pengajaran, dan siaran-siaran yang dipancarkan melalui saluran-saluran komunikasi dan media massa adalah amanah di tangan para penanggung jawabnya. Mereka harus memanfaatkannya untuk kepentingan Islam dan umatnya.
Transaksi bisnis, tawar-menawar (negosiasi), dan proyek-proyek yang ditangani oleh lembaga-lembaga dan perusahaan-perusahaan, serta fasilitas-fasilitas umum adalah amanah yang besar.
Waktu, masa muda, kekuatan, kesehatan, dan kemudaan adalah amanah yang harus digunakan untuk taat kepada Allah. Anggota badan seperti telinga, mata, hati, lidah adalah amanah dan titipan di tangan seorang muslim yang harus digunakan untuk melakukan sesuatau yang diridhai Allah Subhanahu Wata’ala, dan harus dijaga jangan sampai mendengar, memandang atau membaca hal-hal yang diharamkan. Allah berfirman :

إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. Al-Isra’ :36)
Hubungan pernikahan dan urusan keluarga adalah amanah yang ada di antara suami istri dan anggota keluarga. Maka rahasia keluarga tidak boleh disebarluaskan keluar.
Anak-anak adalah amanah di pundak para ayah dan ibu yang harus dididik dan dibina dengan baik dan benar, dan harus dilindungi dari teman-teman yang jahat.
Kata-kata adalah amanah yang harus dimengerti oleh para penulis dan para pembicara.
Hak-hak majelis, keburukan dan rahasia sesama muslim adalah amanah. Betapa banyak tali kasih yang putus, hubungan persahabatan yang rusak, dan kemaslahatan yang terhenti gara-gara meremehkan hal-hal semacam ini dan mengeluarkan kata-kata tanpa pikir panjang.
Wanita adalah amanah. Menutup aurat, menjaga kehormatan diri, dan menjauhi laki-laki asing adalah amanah baginya. Begitu juga ketenangannya di rumah dan kepatuhannya kepada suaminya adalah amanah.
Harta publik atau harta pribadi adalah amanah di tangan pemegangnya yang harus dikelola berdasarkan hukum-hukum syar’i .
Saudara-saudara seiman dan seagama ! Dengan demikian kita telah memahami pengertian dari kata “amanah” yang agung ini. Dan tidak heran apabila alam semesta ini merasa keberatan untuk memikulnya. Maka setiap manusia tidak boleh meremehkan atau melalaikan amanah dalam segala pengertiannya.
Ummatal Islam ! Sesungguhnya ukuran kemajuan peradaban suatu bangsa terletak pada kebersihan para warganya dan keteguhan putra-putranya dalam menjaga amanah. Maka tidak ada kebaikan bagi bangsa yang dikuasai oleh khianat dan dipenuhi dengan kerusakan, kekurangan, keteledoran, dan kejahatan. Dan suatu bangsa akan tetap baik sepanjang mereka masih teguh memegang amanah. Jika hal ini goyah, goyahlah bangunannya, rusaklah aturannya, dan segala bentuk kerusakan akan merajalela di dalamnya.
Amanah adalah sumber keberuntungan,kebaikan dan keshalihan. Orang yang amanah akan dipuji Allah dan dipuji sesama. Tanpa amanah umat tidak akan maju dan berkembang. Tanpa amanah barang dagangan tidak akan laku di pasaran. Dan tanpa amanah, muamalah tidak akan berjalan dengan baik.
Sesungguhnya kecurangan dan kerusakan di berbagai bidang yang dikeluhkan oleh masyarakat luas seperti kerusakan birokrasi, kinerja, keuangan, dan sebagainya tidak lain adalah akibat kelalaian putra-putranya dalam menjaga amanah. Dan musibah terberat yang pernah melanda umat Islam adalah munculnya para pengkhianat yang zalim, kejam, bodoh, dan menindas hamba-hamba Allah dengan cara merampas atau mengurangi hak-haknya, merusak kehormatan dan melanggar hak pribadi mereka, baik yang lahir maupun yang batin.
Jadi, selayaknya kita semua umat Islam menjaga amanah dan melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Karena hal itu dengan izin Allah akan menjamin terwujudnya kebahagiaan bagi masyarakat di dunia dan Akhirat. Mudah-mudahan kita semua diberi kekuatan oleh Allah untuk melaksanakan amanah dan tanggung jawab masing-masing dengan sebaik-baiknya. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

بارَكَ الله لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هذا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْوَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Kedua
Amma ba’du :
Ibadallah ! Bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wata’ala di dalam diri anda. Dan bertakwalah kepada Allah di dalam menjaga amanah. Ketahuilah bahwa anda semua memikul amanah di muka bumi. Setiap orang memiliki tugas dan tanggung jawab masing-masing. Dan anda semua akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah Subhanahu Wata’ala atas amanah tersebut. Apakah anda menjaganya dengan baik ? Ataukah menyia-nyiakannya ? Karena di dalam sebuah Hadits riwayat Ibnu Umar Radiyallahu ‘Anhu dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“ Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya.” ( HR.Al-Bukhari, 2554, dan Muslim, 1829 )
Ikutilah jejak generasi Salaf yang yang telah membuat contoh-contoh mengagumkan dalam menjaga amanah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dikenal oleh kaumnya sebagai ash-shadiq al-amin (orang yang jujur lagi terpercaya). Nabi Musa ‘Alaihissalam diberi predikat al-qawiy al-amin (orang yang kuat lagi terpercaya). Nabi Yusuf ‘Alaihissalam disebut al-makin al-amin (orang yang berkedudukan tinggi lagi terpercaya).

فَلَمَّا كَلَّمَهُ قَالَ إِنَّكَ الْيَوْمَ لَدَيْنَا مَكِينٌ أَمِينٌ قَالَ اجْعَلْنِي عَلَى خَزَائِنِ اْلأَرْضِ إِنِّي حَفِيظٌ عَلِيمٌ
Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata:"Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi orang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kamu” ,Berkata Yusuf:"Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan". (QS. Yusuf :54-55)
Umar bin Khattab Radiyallahu ‘Anhu pernah berkata : “Jangan takjub pada gaung (popularitas) seseorang. Tetapi, siapa yang menunaikan amanah dan tidak suka merusak kehormatan orang lain, dialah laki-laki sejati.”
Dan Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘Anhu berkata : “Menunaikan amanah adalah kunci rizki.”
Namun, ada Hadits yang menyebutkan bahwa amanah akan dicabut dari muka bumi pada akhir zaman. Sebagaimana disebutkan di dalam Hadits riwayat Hudzaefah Radiyallahu ‘Anhu yang tercatat di dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Di situ dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alihi Wasallam bersabda :
“Seseorang akan tidur lalu amanah dicabut dari dalam hatinya.”
Sampai akhirnya beliau bersabda :
“Lalu keesokan harinya manusia melakukan jual-beli, maka nyaris tidak ada seorang pun yang menunaikan amanah. Sampai dikatakan : ‘Sesungguhnya di bani Fulan ada seseorang yang bisa percaya.” (Shahih Al-Bukhari, 6497 dan Shahih Muslim, 143)
Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
“ Apabila amanah telah disia-siakan maka tunggulah Hari Kiamat.” (Shahih Al-Bukhari, 59 )
Wahai hamba-hamba Allah ! Marilah kita bertakwa kepada Allah dan menjaga perangai amanah yang agung ini. Karena hal itu dengan izin Allah merupakan tanda-tanda kebaikan dan keshalihan bagi individu dan masyarakat, serta jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan Akhirat.

اللهم صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اللهم بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اللهم اغْـفِـرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْـفِـرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. اللهم إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى. اللهم إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيْعِ سَخَطِكَ. وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

( Dikutip dari buku : Kumpulan Khutbah Jum’at Pilihan Setahun Edisi pertama, ElBA Al-Fitrah, Surabaya .Diposting oleh Yusuf Al-Lomboky

Popular post

 
Support : Jasa Pembuatan Website | Toko Online | Web Bisnis
Copyright © 2011. Nurul Asri - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger